Banyak yang Salah Kaprah! Ini Alasan Self-Worth Tidak Bisa Ditentukan dari Produktivitas

Riswinanti Pawestri Permatasari | Beautynesia
Rabu, 15 Oct 2025 17:00 WIB
Bagaimana Cara Mengubah Mindset?
Ilustrasi Perempuan High Value/Foto: Freepik.com/jcomp

Beauties, saat ini manusia berada di zaman hustle culture, yaitu ketika pencapaian individu dianggap sebagai tolok ukur nilai diri seseorang. Melansir Psychology Today, budaya ini membuat banyak orang bekerja gila-gilaan untuk mencapai target, mulai dari berapa tugas yang selesai, seberapa banyak prestasi, dan seberapa produktif kita hari ini.

Mirisnya, mindset ini ternyata menimbulkan efek samping. Melansir My Inner Creative, banyak orang yang mulai mengalami kecemasan dan masalah psikologis. Kalau hari itu terasa kurang “produktif”, sering muncul rasa bersalah, takut dianggap “malas”, atau merasa diri kurang layak. Kecemasan macam ini banyak menghantui gen Z yang notabene hidup di dunia digital yang cenderung “serba cepat.

Padahal faktanya, self-worth sejatinya adalah sesuatu yang lebih dasar dan dalam daripada output dan hasil kerja seseorang. Karenanya, ada banyak aspek yang perlu dikaji ulang untuk menentukan nilai diri seseorang. Lalu bagaimana seharusnya? Simak penjelasannya berikut ini!

Waspada Toxic Productivity

Ilustrasi Perempuan Toxic Productivity/Foto: Freepik.com/cookie_studio
Ilustrasi/Foto: Freepik.com/cookie_studio

Produktif adalah sikap positif jika dilakukan dengan benar. Masalahnya, banyak orang kebablasan dan punya mindset “tidak boleh hidup tenang kecuali sudah produktif”. Melansir My Inner Creative, keyakinan toksik semacam ini bisa sangat berbahaya, dan menjadi cikal bakal pemikiran yang mengaitkan self-worth dengan produktivitas.

Dalam artikel The Hidden Cost of Always Being Productive, yang dipublikasikan Psychology Today, psikolog Judy Ho mencatat bahwa banyak orang merasa wajib produktif dulu untuk bisa istirahat. Orang-orang macam ini menganggap bahwa waktu istirahat adalah kemewahan yang harus diusahakan, dan bukan kebutuhan dasar. Padahal, nilai diri seharusnya bukan cuma soal kerja keras atau produktivitas, melainkan bagaimana kita memberi makna pada aktivitas sehari-hari.

Dampak Negatif Jika Self-Worth Terlalu Tergantung pada Hasil

Ilustrasi Perempuan sedang Dikejar Target/Foto: Freepik.com/tirachardz

Melansir Psychology Today, mengaitkan harga diri dengan apa yang kita hasilkan bisa membawa konsekuensi psikologis serius. Berikut beberapa dampak negatif yang wajib diwaspadai:

  • Burnout dan kelelahan emosional: Ketika kamu terus-menerus menekan diri untuk produktif, tubuh dan pikiran bisa “hangus” setelah waktu lama tanpa istirahat yang berkualitas.
  • Depresi yang tersembunyi di balik performa: Ada fenomena high-functioning depression, yaitu ketika seseorang tampak sukses, aktif, dan produktif, namun secara batin merasakan tekanan, kehampaaan, atau rasa tidak cukup yang tak disadari.
  • Perfeksionisme yang tak realistis: Jika standar untuk “cukup” adalah sempurna, maka kegagalan kecil atau jeda akan terasa seperti jatuh dalam kegagalan diri.
  • Prokrastinasi sebagai “self-handicapping”: Prokrastinasi kadang menjadi cara untuk “melindungi” harga diri: dengan menunda, kalau hasilnya buruk, “bisa dikatakan karena aku belum mulai”, bukan karena aku tidak layak.
  • Distorsi persepsi diri: Kita bisa kehilangan orientasi terhadap siapa diri kita di luar kegiatan atau pencapaian, di mana identitas kita kemudian terlalu “rapuh” karena bergantung pada pujian eksternal.

Faktanya masalah toxic productivity ternyata juga cukup berkaitan dengan masyakarat kita. Dampak tersebut juga cukup banyak melanda generasi muda saat ini, termasuk Gen Z, yang membuat kondisi mental mereka cenderung lemah ketika dihadapkan banyak tugas.

Self-Esteem Ternyata Dipengaruhi Berbagai Faktor

Ilustrasi Perempuan yang Memiliki Self-Control/Foto: Freepik.com/wayhomestudio

Penelitian di kota Surakarta, melansir Jurnal Universitas Sebelas Maret, menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara self-esteem dan prokrastinasi akademik pada siswa jurusan akuntansi di SMK Negeri Surakarta. Artinya, siswa dengan self-esteem lebih tinggi cenderung punya kecenderungan menunda tugas lebih rendah.

Selain itu, dalam penelitian yang diunggah di Jurnal BK Undiksha, ditemukan bahwa self-esteem dan self-control secara simultan berpengaruh positif terhadap pengendalian prokrastinasi. Makin tinggi self-esteem dan self-control, makin rendah kecenderungan menunda tugas.

Jadi, sudah ada bukti bahwa faktor psikologis seperti self-esteem dan kontrol diri (self-control) sangat berpengaruh terhadap perilaku, kinerja, dan proses kerja yang mendukung gagasan bahwa self-worth tidak boleh disusun hanya dari apa yang kita hasilkan.

Bagaimana Cara Mengubah Mindset?

Ilustrasi Perempuan High Value/Foto: Freepik.com/jcomp

Jika Beauties masih terjebak mindset self-esteem adalah produktivitas, jangan dibiarkan berlarut-larut karena bisa berdampak kurang baik pada kesehatan mental. Namun, cara mengubahnya memang tidak bisa instan dan butuh effort.

Dalam podcast I’m Busy Being Awesome, host Paula Engebretson mengungkap pentingnya menjauhkan mindset yang berbasis produktivitas. Berikut beberapa strategi praktis yang bisa dilakukan:

  • Kenali pikiran toksik: Saat muncul pikiran seperti “Saya harus produktif agar nilai diri meningkat”, hentikan sejenak. Tanyakan: apakah ini benar, apakah membantu, apakah ini bermanfaat?
  • Alihkan identitas dari output ke nilai inti (core values): Tetapkan nilai-nilai yang penting bagi diri senduri (misalnya: kejujuran, kasih sayang, koneksi, kreativitas) dan biarkan tujuan sehari-harimu dipandu oleh nilai itu, bukan semata kuantitas tugas.
  • Izinkan istirahat tanpa rasa bersalah: Istirahat bukan “kemewahan” tetapi kebutuhan dasar seperti nafas atau makan. Jadikan jeda sebagai bagian produktivitas yang sehat, bukan hukuman atau kekurangan.
  • Bangun self-control & disiplin sehat: Latihan kecil seperti membagi waktu tugas dan waktu istirahat, menetapkan batas, dan melatih kontrol diri membantu agar produktivitas tidak jadi destruktif.
  • Ciptakan ritual refleksi diri: Menulis jurnal, meditasi, atau evaluasi mingguan: “apa yang aku pelajari?”, “apa yang tidak tercapai?”, “apa yang aku syukuri hari ini?” membantu memperkuat rasa harga diri yang tidak bergantung pada output.
  • Minta dukungan eksternal: Jika beban terlalu berat, pertimbangkan konseling atau psikoterapi, berbagi dengan teman atau komunitas yang membicarakan mental health, atau baca buku atau episode podcast yang memosisikan self-worth secara sehat.

Ingatlah bahwa kamu lebih dari apa yang bisa kamu kerjakan hari ini. Self-worth sejati muncul dari pengakuan terhadap eksistensi, bahwa kamu layak dicintai, dihargai, dan dihormati, bahkan pada hari ketika produktivitasmu rendah. Yuk, mulai ubah pola pikirmu!

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE