Benarkah Negara dengan Korupsi Tinggi Cenderung Kekurangan Dokter? Ini Penjelasannya!

Dewi Maharani Astutik | Beautynesia
Selasa, 04 Feb 2025 12:00 WIB
Studi Kasus di Eropa
Ilustrasi/Foto: Freepik

Beauties, pernah terpikir tidak, mengapa negara-negara dengan tingkat korupsi tinggi sering banget kekurangan dokter? Data dari berbagai laporan internasional menunjukkan bahwa negara-negara dengan skor korupsi rendah punya rata-rata jumlah dokter jauh lebih tinggi per kapita dibandingkan negara-negara dengan korupsi tinggi.

Kenapa bisa begitu? Padahal kekurangan dokter bisa mengakibatkan masyarakat jadi nggak punya akses ke layanan kesehatan yang layak, angka kematian yang meningkat, dan penyakit yang seharusnya bisa dicegah malah menyebar luas.

Nah, kamu bisa cari tahu penjelasan tentang hubungan antara korupsi dengan kekurangan dokter lewat artikel yang dilansir dari Euro News berikut ini!

Hubungan Demokrasi, Korupsi, dan Tenaga Kesehatan

Ilustrasi/Foto: Freepik/pressfoto
Ilustrasi/Foto: Freepik/pressfoto

Menurut studi yang dipublikasikan di jurnal PLOS Global Public Health, negara demokratis dengan pemilu yang terpercaya, kebebasan sipil, dan pemerintahan yang berfungsi baik memiliki lebih banyak dokter dibanding negara lainnya. Bahkan, temuan ini tetap konsisten meskipun ada perbedaan dalam pengeluaran kesehatan relatif terhadap PDB di masing-masing negara.

Ketersediaan dokter memiliki dampak besar pada akses dan kualitas perawatan kesehatan. Data menunjukkan bahwa setiap kenaikan 10 persen dalam kepadatan dokter dapat meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan hingga 2,3 persen.

Namun, negara dengan tingkat korupsi tinggi cenderung mengalami masalah dalam menjaga kapasitas tenaga kesehatan mereka, terlepas dari status demokrasi mereka. Penulis utama studi dan asisten profesor di departemen pediatri di sekolah kedokteran Universitas Barat di Kanada, Dr. Amrit Kirpalani, juga menyatakan bahwa kualitas tata kelola sangat memengaruhi kapasitas tenaga kesehatan suatu negara.

Studi Kasus di Eropa

Ilustrasi/Foto: Freepik

Beberapa negara Eropa seperti Finlandia, Swedia, dan Austria memiliki tenaga kesehatan yang kuat berkat kombinasi demokrasi yang matang dan tingkat korupsi yang rendah. Namun, ada pengecualian, seperti Bulgaria dan Rumania, yang meskipun demokratis, masih berjuang dengan korupsi yang dapat merusak kualitas sistem kesehatan mereka.

Hal ini menunjukkan bahwa demokrasi tidak selalu menjamin sistem kesehatan yang baik. Sebuah negara bisa sangat demokratis, tetapi masih berjuang dengan korupsi, atau sebaliknya. Oleh karena itu, keseimbangan antara keduanya penting untuk membangun sistem kesehatan yang kokoh dan andal.

Bukti Tambahan dan Implikasi

Ilustrasi/Foto: Freepik

Penelitian lain yang mendukung temuan ini menunjukkan bahwa penyebaran demokrasi secara global berhubungan dengan peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. Sebuah analisis yang dilakukan terhadap 115 negara dari tahun 1960 hingga 2015 menemukan bahwa makin tinggi tingkat demokrasi di suatu negara, makin rendah angka kematian bayi, anak-anak, dan jumlah kematian secara keseluruhan.

Bahkan, studi di jurnal Lancet menemukan bahwa orang-orang di negara demokrasi memiliki risiko kematian lebih rendah akibat penyakit kardiovaskular dan kecelakaan transportasi dibandingkan mereka yang hidup di bawah pemerintahan autokrasi. Sementara itu, sistem autokrasi sering kali menciptakan kesenjangan besar dalam akses kesehatan.

Menurut Dominic Rohner, masyarakat yang tinggal di daerah terpencil atau tidak memiliki kekuatan politik cenderung diabaikan dalam sistem autokrasi, sedangkan elit yang memiliki koneksi politik mendapatkan fasilitas terbaik. Sebaliknya, demokrasi lebih akuntabel, memiliki tingkat korupsi yang lebih rendah, dan memberikan akses kesehatan yang lebih merata.

Penelitian juga menemukan bahwa masa kecil seseorang sangat memengaruhi harapan hidupnya. Anak-anak yang tumbuh di negara demokrasi memiliki harapan hidup 2,8 tahun lebih tinggi dan tingkat kematian anak 3,28 persen lebih rendah dibandingkan mereka yang tumbuh di negara autokrasi. Sayangnya, efek negatif dari hidup di sistem autokrasi bersifat permanen, bahkan jika orang tersebut pindah ke negara demokrasi di kemudian hari.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.