Memahami Fenomena Bias Gender yang Masih Mengakar di Masyarakat: Perempuan dan Pria Sama-sama Dirugikan!

Camellia Ramadhani | Beautynesia
Kamis, 10 Mar 2022 09:00 WIB
Kecenderungan Seksisme hingga Diskriminasi Akibat Bias Gender
Memahami Fenomena Bias Gender/Foto: Canva/LightFieldStudios

International Women's Day (IWD) atau Hari Perempuan Internasional diperingati setiap tanggal 8 Maret setiap tahunnya. Untuk tahun 2022, IWD mengangkat tema Break The Bias mengingat masih banyaknya norma-norma bias gender yang destruktif di masyarakat.

Dilansir dari One World Education, bias gender merupakan ekspektasi yang dibebankan pada masing-masing gender yang kemudian bersifat menuntut atau membatasi ekspresi seseorang. Bias gender seringkali disamakan dengan seksisme, tapi padahal keduanya berbeda, lho, Beauties. Isu bias gender lebih inklusif karena membahas kerugian dari sisi perempuan maupun pria, sedangkan seksisme berangkat dari asumsi superioritas pria yang mendiskriminasi perempuan.

Bias gender seolah sudah mendarah daging di segala aspek kehidupan, namun masih banyak yang tidak menyadarinya karena telah dinormalisasi, dianggap kodrat dan wajar adanya.

Lalu, apa saja bentuk bias gender yang bisa kita temui di kehidupan sehari-hari? Simak penjelasannya berikut ini!

Stereotip Feminin-Maskulin Membatasi Ekspresi Diri

Ilustrasi Stereotipe/Foto: Canva/estefaniavizcanio
Ilustrasi Stereotipe/Foto: Canva/estefaniavizcanio

Stereotip merupakan fenomena bias gender yang paling umum di masyarakat kita. Dilansir dari laman OHCHR, stereotip gender menuntut perempuan dan pria untuk memiliki peran, atribut, sifat, dan kecenderungan tertentu menurut pandangan umum. Jika perempuan atau pria tidak memenuhi kriteria umum tersebut, maka mereka akan dialienasi dan dianggap tidak normal.

Stereotip gender yang paling sulit dihindarkan adalah persepsi tentang feminin dan maskulin. Penghakiman atas femininitas maupun maskulinitas seseorang ini bisa terjadi secara sadar maupun tidak sadar. Stereotip gender bahkan tanpa disadari telah ditanamkan sejak dini oleh para orang tua dan lingkungan.

Contoh sederhana dari stereotip gender adalah jika kita melihat perempuan yang sangat suka bermain bola namun tidak suka menggunakan skincare, atau saat kita melihat seorang pria yang sangat mahir merias namun tidak paham tentang dunia otomotif. Bisa dipastikan orang-orang ini cenderung mendapatkan penghakiman, bully, dan tekanan sosial dari masyarakat.

Standar Ganda Membuat Pilihan Hidup Terkesan Serba Salah

Ilustrasi Standar Ganda/ Foto: Canva/ CharlieAJA
Ilustrasi Standar Ganda/ Foto: Canva/ CharlieAJA

Beauties, mungkin kita tidak pernah menyadari betapa banyak fenomena standar ganda yang telah diterapkan di masyarakat. Melansir dari Short From, standar ganda merupakan aksi menilai perempuan dan pria secara berbeda untuk perilaku yang sama. Bentuk bias gender ini memiliki bobot diskriminatif yang sama bagi perempuan dan pria, Beauties.

Kita pasti sering menemukan di mana pria yang bekerja sekaligus ikut mengurus anak di rumah mendapatkan pujian setinggi langit, padahal perempuan yang bekerja sekaligus mengurus anak tidak pernah mendapat apreasiasi serupa. Hal ini didasarkan pada anggapan masyarakat bahwa perempuan wajar adanya untuk berjuang demi keluarga, apalagi dalam hal mengasuh anak.

Di sisi lain, kita tanpa sadar melanggengkan standar ganda ketika mengejek pria yang menangis. Sebagai pria di lingkungan patriarki, mereka dituntut untuk tidak emosional dan tahan banting baik fisik maupun mental. Padahal menangis adalah respon alami tubuh ketika merasakan ketidaknyamanan atau ancaman.

Standar ganda yang tampak sepele ini bisa berdampak sangat ironis, lho, Beauties. Misalnya jika kita menilik kasus-kasus tentang pelecehan seksual. Seorang pria yang mendapat pelecehan seksual sangat jarang melaporkannya pada pihak berwajib, apalagi menuntut keadilan. Sangat miris bahwa bahkan sering kali pihak yang wajib mengusut kasus semacam ini justru meremehkan kesaksian korban karena mereka adalah pria.

Lebih mengerikannya lagi, pria yang menjadi korban pelecehan oleh perempuan malah diberi pengertian bahwa hal itu seharusnya termasuk pengalaman lucu atau menyenangkan bagi mereka, karena pria sering digeneralisasi dengan stigma pemilik libido yang tinggi. Selain stigma ini, bias gender bisa menimbulkan kecenderungan-kecenderungan destruktif lainnya.

Kecenderungan Seksisme hingga Diskriminasi Akibat Bias Gender

Memahami Fenomena Bias Gender/Foto: Canva/LightFieldStudios

Bias Gender Menumbuhkan Kecenderungan Seksisme dan Pandangan Misoginis

Ilustrasi Misogini/Foto: Canva/ibreakstock
Ilustrasi Misogini/Foto: Canva/ibreakstock

Bias gender pada dasarnya dikonstruksi secara sosial berdasarkan hegemoni dan dilanggengkan oleh propaganda. Akar dari pembagian gender yang timpang sering disebut berasal dari norma budaya, norma agama, keadaan biologis dan lain sebagainya. Namun yang pasti, ketidakadilan gender selalu bermula dari ego golongan superior yang tidak ingin kehilangan privilege mereka.

Meski perempuan dan pria sama-sama dirugikan oleh bias gender, tidak dapat dipungkiri bahwa perempuan cenderung lebih tertindas dua kali lipat. Perempuan tidak hanya disalahkan saat mereka tidak melakukan peran sesuai ekspektasi sosial, tapi juga diremehkan atas apapun yang lahir sejak dalam diri mereka. Bentuk mengucilkan ini adalah pandangan seksis dan pandangan misoginis.

Seksisme adalah prasangka yang dikaitkan dengan jenis kelamin seseorang. Seksisme dalam konteks penindasan gender terhadap perempuan adalah anggapan bahwa perempuan itu lemah, tidak rasional dan tidak logis, emosional dan labil, kesemua hal tersebut adalah label yang dilekatkan pada perempuan sejak lahir hingga dewasa. Jika perempuan berupaya mendobrak stigma tersebut dengan melakukan hal-hal yang identik dengan maskulinitas, kekuatan mereka tetap dianggap tidak valid.

Tidak hanya diremehkan, terkadang ada pula oknum pria yang menganggap perempuan secara kodrat adalah kaum yang serba tercela. Pandangan inilah yang dimaksud dengan misogini, Beauties. Oknum-oknum tersebut sangat membenci perempuan karena alasan-alasan yang tidak berdasar. Seperti bahwa perempuan hanya tukang drama, perempuan diciptakan sebagai makhluk lemah yang penuh dosa, atau juga anggapan bahwa semua perempuan adalah penggoda yang hanya pantas dijadikan objek seksual semata.

Diskriminasi Akibat Bias Gender

Ilustrasi Diskriminasi Gender/Foto: Canva/ Elnur
Ilustrasi Diskriminasi Gender/Foto: Canva/ Elnur

Beauties, rasanya tidak cukup untuk mendata seluruh ketidakadilan di muka bumi yang berbasis bias gender. Segala yang menyangkut prasangka buruk dan pelabelan negatif berdasarkan gender pasti berujung diskriminatif.

Diskriminasi akan terus berkembang seiring jaman, menjadi semakin tidak adil, sayangnya. Diskriminasi juga telah mendarah daging di semua aspek kehidupan. Dalam sebuah hubungan misalnya, pria dibebani tuntutan sosial untuk mengeluarkan materi sepihak demi menyenangkan pasangannya. Jika perempuan mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pria sangat mudah dipenjarakan. Namun ketika pria mengalami KDRT, orang-orang mempertanyakan harga dirinya sebagai pemimpin rumah tangga.

Di sisi lain, sangat sulit bagi perempuan untuk mendapat gaji setara, dipercaya memegang kendali atas tugas-tugas berat, mendapat promosi jabatan, atau dipilih menjadi seorang pemimpin. Alasannya beragam, tapi kesemuanya hanyalah prasangka negatif semata.

Prasangka-prasangka negatif tersebut tidak valid karena terbukti terdapat beberapa perempuan di Indonesia terkenal dengan kepemimpinan tangguhnya seperti Sri Mulyani, Susi Pudjiastuti, Megawati Soekarnoputri, Retno Marsudi, dan masih banyak lagi. Meski kursi parlemen sudah mulai diisi dengan kehadiran perempuan, namun jumlah yang belum seimbang dengan pria dan kritik-kritik misoginis yang didapat pejabat perempuan menunjukkan bahwa masyarakat kita belum sepenuhnya pro kesetaraan gender.

Itu dia problematika bias gender yang masih sering ditemui di keseharian kita. Semoga Hari Perempuan Internasional yang digelar setiap tahun bukan sebatas gerakan simbolis, tapi gerakan nyata untuk mengingatkan kita semua bahwa keadilan gender adalah bagian dari hak asasi manusia dan diraih demi kebaikan bersama.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE