Mengenal Tradisi Ngejot dan Penjor yang Jadi Perayaan Natal Unik di Bali

Natasha Riyandani | Beautynesia
Kamis, 25 Dec 2025 10:00 WIB
Apa itu Tradisi Ngejot dan Pejor di Bali?
Tradisi penjor saat Natal di Bali/ Foto: detikBali/Agus Eka

Selain terkenal dengan keindahan alamnya yang menakjubkan, Pulau Dewata juga menawarkan keberagaman budaya, tradisi, hingga toleransi beragama yang sangat luar biasa. Masyarakatnya sangat menghormati perbedaan agama. Menjelang perayaan Natal, umat Kristiani di Bali biasanya akan melakukan tradisi ngejot dan penjor.

Ngejot merupakan tradisi saling mengantar makanan ke sesama. Tak hanya umat Kristiani, tetapi umat beragama Hindu dan Islam juga seringkali melakukan tradisi ini. Tradisi ini sudah dilakukan secara turun temurun. Antar-antaran makanan tersebut dianggap sebagai ungkapan terima kasih dan berbagi kebahagiaan kepada keluarga atau tetangga.

Lantas, seperti apa keseruan tradisi ‘ngejot’ dan ‘penjor’ jelang perayaan Natal di Bali? Melansir dari detikBali, berikut rangkuman informasinya. Simak!

Apa itu Tradisi Ngejot dan Pejor di Bali?

Tradisi penjor saat Natal di Bali/ Foto: detikBali/Agus Eka

Tradisi unik yang masih lestari di Bali sesaat menjelang perayaan Natal adalah ngejot. Tradisi ini merupakan kebiasaan turun-temurun untuk saling berbagi makanan dan hidangan kepada keluarga, tetangga, atau kerabat saat hari raya keagamaan, termasuk Idul Fitri bagi umat Muslim dan Galungan bagi umat Hindu.

Kata ‘ngejot’ sendiri berarti ‘memberi’ dalam bahasa Bali. Pelaksanaan tradisi ini menunjukkan rasa syukur dan terima kasih dengan membagikan makanan. Saling memberi dan menerima makanan dianggap sebagai simbol saling percaya dan tidak akan mencelakai.

Sementara itu, penjor adalah adaptasi unik dari tradisi umat Hindu Bali yang biasanya digunakan sebagai sarana sembahyang saat Hari Raya Galungan. Namun, umat Kristiani juga memasang penjor sebagai hiasan di depan rumah atau gereja saat menjelang Natal.

Tradisi pemasangan bambu-bambu tinggi melengkung dan janur kaning yang dihias cantik ini menandakan bahwa sang pemilik rumah sedang bersukacita merayakan hari besar. Selain itu, juga menjadi bentuk rasa syukur terhadap anugerah Tuhan.

Sejarah Tradisi Ngejot di Bali

Sejarah ngejot berasal dari tradisi umat Hindu menjelang hari besar keagamaan. Umat Kristiani di Bali mengadopsi tradisi ngejot sebagai bentuk toleransi beragama dan kekeluargaan.

Foto: Krama dari Banjar Adat Medahan melangsungkan ngejot tumpeng ke rumah pengantin baru di Desa Medahan, Gianyar, Rabu (23/4/2025). (Ni Komang Ayu Leona Wirawan)

Sebagai pulau yang didiami oleh mayoritas masyarakat Hindu, tradisi ngejot awalnya hanya dilakukan oleh umat Hindu saat menjelang hari besar keagamaan, seperti Hari Raya Galungan, Nyepi, dan Hari Raya Kuningan. Barulah mereka berbondong-bondong melakukan tradisi ini.

Meskipun tidak ada yang tahu secara pasti kapan tradisi ngejot mulai dijalankan dan menjadi tradisi, tetapi banyak orang meyakini bahwa tradisi ini sudah dilakukan sejak ratusan tahun lalu. Apalagi tingkat toleransi dan kekeluargaan yang sangat erat di Bali, menjadikannya salah satu alasan tradisi ngejot terus dijaga hingga saat ini.

Umat Kristen dan Islam Ikut Merayakan Ngejot

Umat Kristen dan Islam ikut merayakan ngejot/ Foto: Instagram.com/sejarahbali

Seiring perkembangan zaman, tradisi ngejot bukan hanya dilakukan masyarakat beragama Hindu saja. Kini, ngejot juga dilakukan oleh umat Islam ketika menjelang Idul Fitri dan umat Kristiani ketika menyambut Natal.

Ketika menjelang Natal seperti saat ini, umat Kristiani di Bali sudah mulai sibuk menyiapkan berbagai makanan untuk dibagikan kepada keluarga, tetangga, dan kerabat. Orang yang menerima makanan ini disebut jotan.

Pada dasarnya, tidak ada batasan terkait siapa saja yang bisa menerima makanan dari tradisi ini. Namun, pemberi ngejot memprioritaskan tetangga yang rumahnya berdekatan atau orang-orang yang dituakan.

Tradisi Mengantar Makanan

Tradisi mengantar makanan/ Foto: Instagram.com/ldii_tabanan

Dikutip dari detikFood, dalam menjalani tradisi ngejot ini, masyarakat akan menata makanan seperti aneka lauk, kue, dan buah-buahan dalam wadah seperti nampan atau baskom, kemudian diantarkan ke tetangga terdekat. Adapun jenis dan jumlah makanan biasanya disesuaikan dengan hari besar yang sedang dijalani.

Bagi umat Hindu yang melaksanakan ngejot, biasanya akan mengantar makanan berupa urap, lawar, olahan daging babi, dan lain sebagainya. Sementara umat Muslim yang melaksanakan ngejot saat Idul Fitri, biasanya mengantar ketupat, opor ayam, dan sambal goreng kentang.

Beda lagi saat umat Kristiani merayakan Natal, makanan yang dibagikan biasanya berupa ayam panggang, babi kecap, kue-kue manis, dan aneka menu sayur. Tradisi ini umumnya dilakukan beberapa hari sebelum hari raya.

Daerah yang Melakukan Ngejot

Tradisi ngejot dilakukan di beberapa daerah, salah satunya oleh masyarakat Banjar Tangeb, Kabupaten Badung, Bali. Tradisi ini juga berkembang di wilayah Lombok, seperti di Desa Mareje Timur dan suku Sasak.

Foto: Warga Desa Pegayamanan melaksanakan tradisi ngejot dengan mengantarkan makanan ke rumah tetangga, sanak saudara, hingga sesepuh, pada Jumat (21/3/2023). (Made Wijaya Kusuma/detikBali)

Tradisi ngejot masih sangat kental dilakukan di daerah pedesaan. Meskipun di kota besar, tradisi ini sudah mulai pudar namun sejumlah masyarakat tetap melestarikan warisan budaya ini. Salah satu yang masih mempraktikan ngejot adalah masyarakat Banjar Tangeb, Kabupaten Badung, Bali, antara umat Hindu dan Katolik.

Fakta menariknya, tradisi ngejot juga berkembang di sebagian wilayah Lombok, Nusa Tenggara Barat. Misalnya, di Desa Mareje Timur, Dusun Tendaun, masyarakat di sana biasanya melakukan ngejot satu hari sebelum hari raya. Tradisi tersebut melibatkan pemberian makanan kepada keluarga, tetangga, dan tokoh agama.

Dikutip dari laman detikEdu, ngejot juga berkembang di kalangan suku Sasak di Lombok, dengan motto sosial “ndkn kanggo mesak mambu ime”, yang artinya jika menyembelih hewan seperti kambing, sapi, atau domba, tidak boleh dinikmati secara pribadi, tetapi harus berbagai dengan tetangga.

Filosofi Tradisi Ngejot

Filosofi tradisi ngejot/ Foto: Instagram.com/ahyar_ros

Bukan hanya sekedar berbagai makanan, tradisi ngejot dilakukan sebagai simbol kerukunan antarumat beragama. Dengan adanya tradisi ini, diharapkan hubungan masyarakat bisa tetap harmonis dan menjaga tali persaudaraan meskipun masing-masing orang memiliki kepercayaan yang berbeda.

Dikutip dari detikEdu, masyarakat Bali dalam relasi sosial menganut paham ‘menyama braya’, yaitu kekayaan utama dalam hidup, jalan untuk menggapai kebahagiaan dan keharmonisan hidup (dharma santhi), dan kearifan lokal untuk menjaga integrasi sosial, yang dipercaya bahwa manusia sedarah atau tidak, apapun etnis, agama, suku, dan budayanya adalah saudara.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(ria/ria)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE