Menilik Kondisi Pendidikan di Indonesia: Ratusan Siswa SMP di Bali Tak Lancar Membaca

Gayuh Tri Pinjungwati | Beautynesia
Jumat, 02 May 2025 17:00 WIB
Menilik Kondisi Pendidikan di Indonesia: Ratusan Siswa SMP di Bali Tak Lancar Membaca
Peringati Hardiknas, Indonesia Masih Hadapi Sejumlah Masalah Pendidikan/Foto: Pexels.com/ Mikhail Nilov

Setiap tanggal 2 Mei, Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional atau yang biasa disingkat Hardiknas. Tanggal 2 Mei dipilih untuk memperingati kelahiran Ki Hadjar Dewantara, sosok pelopor pendidikan di Indonesia dan pendiri Taman Siswa.

Filosofi pendidikannya yang terkenal yakni “Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani”, masih terasa relevan hingga kini. Artinya, di depan memberi teladan, di tengah membangun semangat, dan di belakang memberikan dorongan. Konsep ini mengajarkan bahwa pendidikan bukan sekadar soal sekolah, tetapi soal nilai, kebijaksanaan, dan keteladanan.

Di era modern ini, tantangan pendidikan semakin kompleks. Banyak perempuan muda yang tumbuh dalam tekanan zaman digital, tuntutan karier, sekaligus tanggung jawab keluarga. Di sinilah peran pendidikan menjadi penting, tidak hanya sebagai sarana meraih gelar, tetapi juga sebagai jalan untuk tumbuh menjadi pribadi yang kuat, cerdas, dan berdaya. Pendidikan bukan hanya milik anak-anak di sekolah, tapi milik siapa saja yang terus belajar, termasuk perempuan yang tak henti mencari ilmu, baik lewat buku, pelatihan, maupun pengalaman hidup.

Sayangnya, masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Ketimpangan akses pendidikan di daerah terpencil, beban ekonomi yang membatasi kesempatan belajar, hingga kurikulum yang belum sepenuhnya mendukung pengembangan karakter dan kreativitas. Ditambah lagi pengaruh dari kemajuan teknologi yang seharusnya dapat dikendalikan dengan baik, bukan justru disalahgunakan.

Siswa SMP di Bali Tak Bisa Membaca dengan Lancar

Masih Banyak Masalah Pendidikan yang Perlu Diperbaiki/Foto: Pexels.com/ 何 夏

Seperti halnya fenomena ratusan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP), di Kabupaten Buleleng, Bali tidak bisa membaca dengan lancar. Bahkan sebagian besar dari mereka tidak bisa menulis, tetapi lancar mengetik menggunakan handphone dan bermain media sosial. Padahal kemampuan membaca seharusnya sudah tuntas sejak ia duduk di bangku sekolah dasar.

Melansir dari detikBali, Wakil Bupati Buleleng, Gede Supriatna mendorong Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga dan Dewan Pendidikan Buleleng untuk bersinergi menangani persoalan tersebut. Ia pun menyarankan agar penggunaan handphone di lingkungan sekolah dibatasi.

Supriatna juga menyoroti kurangnya motivasi diri serta keluarga siswa. Ia menjelaskan, pendidikan tidak bisa hanya diserahkan kepada guru di sekolah, menurutnya orang tua juga harus berperan mendampingi untuk meningkatkan intelektual anak.

Kurangnya Dukungan Orangtua Bisa Menjadi Alasan Anak Kurang Motivasi

Kurangnya Dukungan Orang Tua Bisa Menjadi Alasan Anak Kurang Motivasi/Foto: Pexels.com/ Nasirun Khan

Sementara itu, Plt Kepala Disdikpora Buleleng Putu Ariadi Pribadi mengungkapkan, jumlah siswa SMP di daerah itu mencapai 34.062 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 155 siswa masuk dalam kategori tidak bisa membaca (TBM) dan 208 siswa masuk kategori tidak lancar membaca (TLM).

Ariadi membeberkan beberapa penyebab siswa tidak lancar membaca. Antara lain kurangnya motivasi, pembelajaran tidak tuntas, disleksia, disabilitas, dan kurangnya dukungan keluarga.

Kondisi Pendidikan di Indonesia saat Ini

Kondisi Pendidikan di Indonesia saat Ini/Foto: Pexels.com/ Mehmet Turgut Kirkgoz

Di balik kemajuan teknologi dan pembangunan, masih banyak anak Indonesia yang kesulitan mengakses pendidikan layak. Di daerah terpencil, jarak sekolah bisa mencapai puluhan kilometer, bahkan harus dilalui dengan berjalan kaki atau menyeberangi sungai.

Seperti yang dilansir dari detikEdu, banyak permasalahan pendidikan di Indonesia yang perlu diperhatikan. Mirisnya ratusan kecamatan tak memiliki SMP dan SMA yang membuat beberapa juta anak di Indonesia tak sekolah.

Dilansir dari detikBali, selain minimnya bangunan sekolah di sejumlah wilayah, berdasarkan  data Perpustakaan Nasional (Perpusnas) pada 2023, terdapat beberapa daerah yang memiliki tingkat literasi rendah. Artinya, di beberapa wilayah, minat baca dan kemampuan memahami bacaan terbilang masih rendah. Ini bukan sekadar soal tidak suka membaca buku, tapi juga tentang kurangnya kebiasaan untuk berpikir kritis, memahami makna, dan menyaring informasi dengan bijak.

Kondisi pendidikan kita memang belum sempurna, tapi perubahan kecil bisa berdampak besar. Mendampingi anak saat belajar, memberi semangat ketika mereka gagal, atau sekadar mendengarkan cerita mereka tentang sekolah, adalah bentuk kontribusi nyata yang bisa dilakukan siapa pun, dari rumah masing-masing.

Mari kita terus bertanya, terus belajar, dan terus terlibat. Karena masa depan anak-anak Indonesia tidak hanya ditentukan oleh kebijakan, tapi juga oleh kepedulian kita sehari-hari. Dan bagi perempuan, yang sering menjadi penentu arah dalam keluarga, ini adalah momen penting untuk ikut bergerak, mendidik dengan kasih, dan menginspirasi dengan keteladanan.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE