Perempuan di Gaza Terpaksa Gunakan Potongan Kain Tenda Sebagai Pengganti Pembalut saat Menstruasi

Nadya Quamila | Beautynesia
Jumat, 02 Feb 2024 08:45 WIB
Perempuan di Gaza Terpaksa Gunakan Potongan Kain Tenda Sebagai Pengganti Pembalut saat Menstruasi
Perempuan di Gaza Terpaksa Gunakan Potongan Kain Tenda Sebagai Pengganti Pembalut saat Menstruasi/Foto: dpa/picture alliance via Getty I/picture alliance

Lebih dari 25 ribu warga Palestina yang terbunuh akibat serangan keji Israel, 70 persennya adalah perempuan dan anak perempuan. Dikutip dari Al Jazeera Plus, dua ibu terbunuh setiap jamnya. Diperkirakan lebih dari satu juta warga Palestina mengungsi.

Bagi perempuan Gaza, ada tantangan berlapis yang mereka hadapi, salah satunya soal isu kebersihan menstruasi. Perempuan di Gaza kesulitan menemukan produk menstruasi hingga air bersih.

Dilaporkan ActionAid, beberapa perempuan di Gaza yang mengungsi di Rafah bahkan sampai harus menggunakan potongan kain tenda sebagai pembalut ketika menstruasi. Tenda tersebut mereka gunakan untuk berteduh dari dinginnya hujan dan panasnya matahari. Tentu, potongan kain tenda tersebut bisa menimbulkan risiko infeksi.

Kurangnya air membuat perempuan Gaza hampir mustahil untuk menjaga kebersihan. Mereka juga mengatakan bahwa mereka sudah berminggu-minggu tidak mandi.

Seorang anggota staf di ActionAid Palestina, yang tidak mau disebutkan namanya, telah tiga kali mengungsi dari rumahnya dan sekarang berada di selatan Gaza.

Dia mengatakan, "Tidak ada air. Saya menderita selama menstruasi. Tidak ada air yang tersedia untuk saya bersihkan selama menstruasi. Saya tidak punya pembalut untuk kebutuhan saya sendiri selama menstruasi."

Rafah saat ini menampung lebih dari satu juta pengungsi, lebih dari empat kali lipat populasi biasanya. Kondisi di Rafah sangat padat dan tidak ada privasi. Antrean toilet sangat panjang, UNRWA memperkirakan bahwa di tempat penampungannya di Rafah hanya ada satu toilet untuk setiap 486 orang.

Krisis Produk Menstruasi di Gaza

GAZA CITY, GAZA - OCTOBER 26: A woman holds his 3 year-old son, Ekrem Salih Abu Shemale who died after the Israeli airstrikes that continues in Gaza City, Gaza on October 26, 2023. (Photo by Abed Zagout/Anadolu via Getty Images)

Foto: Anadolu via Getty Images/Anadolu Agency

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan sekitar 700 ribu perempuan dan anak perempuan di Gaza mengalami siklus menstruasi, tetapi saat ini mereka tidak memiliki akses yang memadai terhadap produk-produk kebersihan dasar seperti pembalut, tisu toilet atau bahkan air mengalir dan toilet.

Kondisi ini membuat perempuan dan anak perempuan di Gaza pada risiko infeksi reproduksi dan saluran kemih, menurut PBB.

Seorang juru bicara UNICEF mengatakan kepada NPR, "Situasi ini sangat menantang bagi perempuan dan remaja perempuan, yang tidak memiliki tempat yang aman, pribadi, dan bermartabat untuk mengelola kebersihan menstruasi. Ada laporan bahwa hal ini memperburuk masalah kesehatan mental."

“Kami menderita karena lapar, haus, dan dibom. Kami menderita karena terpaksa mengungsi,” kata Bisan Owda, seorang perempuan muda di Gaza yang gencar mendokumentasikan kehidupannya selama serangan Israel kepada 3,7 juta pengikutnya di Instagram.

GAZA CITY, GAZA - OCTOBER 17: Palestinian women carry their bottles of water after Israeli authorities have ceased supplying electricity, water and food as Israeli airstrikes continue in Gaza Strip on October 17, 2023. (Photo by Ali Jadallah/Anadolu via Getty Images)Perempuan di Palestina/ Foto: Anadolu via Getty Images/Anadolu Agency

“Sekarang, kami juga menderita karena tidak ada pembalut. Ini hanya penderitaan baru,” katanya dalam postingan video.

Hal serupa juga dialami Heba Usrof, seorang perempuan muda di Gaza, yang kehabisan pilihan untuk mengatasi siklus menstruasinya. Pembalut tidak tersedia di apotek dan toko. 

“Kami berkeliling, mencari pembalut di semua apotek, namun kami tidak dapat menemukannya,” kata Usrof.

Tanpa air, perempuan yang sedang menstruasi tidak dapat membersihkan diri. Selain tidak ada air, sabun juga tersedia dan mereka terpaksa menggunakan produk pengganti, yang bisa menimbulkan risiko bagi kesehatan.

Hanya satu dari tiga jaringan pipa air dari Israel ke Gaza yang saat ini berfungsi, menurut UNOCHA. Masyarakat hanya mengakses rata-rata 1,5 hingga 2 liter air per hari, yang berada di bawah 3 liter yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup dasar mereka, dan jauh di bawah kebutuhan minimum 15 liter per orang setiap hari untuk memenuhi semua kebutuhan terkait air dan sanitasi.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE