Sejarah Aksi Bakar Diri yang Digunakan Sebagai Bentuk Protes Selama Berabad-abad

Nadya Quamila | Beautynesia
Rabu, 28 Feb 2024 17:00 WIB
Sejarah Aksi Bakar Diri yang Digunakan Sebagai Bentuk Protes Selama Berabad-abad
Sejarah Aksi Bakar Diri yang Digunakan Sebagai Bentuk Protes Selama Berabad-abad/Foto: REUTERS/Allison Bailey

Dunia digegerkan dengan aksi bakar diri yang dilakukan oleh anggota Angkatan Udara Amerika Serikat (AS), Aaron Bushnell. Pria berusia 25 tahun ini membakar dirinya di depan Kedutaan Besar Israel di Washington, Minggu (25/2) sembari berteriak "Free Palestine" (Bebaskan Palestina).

Dalam sebuah video yang beredar, Bushnell mengatakan bahwa ia tidak ingin lagi terlibat dalam genosida yang kini dilakukan Israel terhadap Palestina. Ia juga mengatakan bahwa penderitaannya saat ini tidak seberapa jika dibandingkan dengan penderitaan yang dirasakan warga Palestina.

Atas aksinya, pria berusia 25 tahun itu langsung dibawa ke rumah sakit. Namun, nyawanya tak tertolong.

Ini bukan pertama kalinya seseorang membakar diri di depan kedutaan Israel di AS sejak serangan yang dilancarkan Israel semakin gencar terhadap Palestina.

Pada bulan Desember, seorang pengunjuk rasa melakukan aksi bakar diri di depan konsulat Israel di negara bagian Georgia, AS. Sebuah bendera Palestina yang ditemukan di lokasi kejadian adalah bagian dari protes tersebut, kata polisi.

Sejarah Aksi Bakar Diri Sebagai Bentuk Protes

Seorang pilot militer Amerika Serikat bernama Aaron Bushnell (25) melakukan aksi bakar diri di depan kedutaan Israel di Washington sambil berteriak

Aaron Bushnell/Foto: Istimewa

Dalam sejarahnya, aksi bakar diri atau self-immolation ini telah digunakan sebagai bentuk protes ekstrem terhadap para pemimpin politik dan perubahan iklim.

Dilansir dari laman Time, praktik membakar diri sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, menurut kisah Hindu kuno tentang Sati, istri dewa Hindu yang menikah tanpa persetujuan ayahnya. Diceritakan bahwa Sati membakar dirinya sendiri sampai mati di tumpukan kayu pemakaman suaminya, dan digunakan sebagai pembenaran atas praktik ritual bunuh diri yang telah lama dilarang di India.

Bakar diri juga dipandang sebagai tindakan pengorbanan yang dilakukan oleh umat Kristen yang memilih untuk dibakar hidup-hidup ketika mereka dianiaya karena agamanya oleh kaisar Romawi Diocletian ​​sekitar tahun 300 M.

Salah satu aksi bakar diri yang pertama dan paling terkenal dalam sejarah modern dilakukan oleh Thich Quang Duc selama Perang Vietnam. Biksu Vietnam tersebut membakar dirinya di Saigon pada tahun 1963 sebagai protes atas penganiayaan terhadap umat Buddha oleh pemerintah Vietnam Selatan yang didukung oleh AS. Beberapa biksu lain mengikuti aksinya.

People attend a vigil for U.S. Airman Aaron Bushnell, who died after setting himself on fire in front of the Israeli Embassy in Washington on February 25 in an apparent act of protest against the war in Gaza between Israel and the Palestinian Islamist group Hamas, in Washington, D.C., U.S., February 26, 2024. REUTERS/Allison BaileyAksi Solidaritas Warga AS untuk Aaron Bushnell yang Bakar Diri Bela Palestina/ Foto: REUTERS/Allison Bailey

“Rata-rata orang Amerika akan berkata, 'Kami mendukung demokrasi, dan berjuang melawan komunisme,' dan gambaran tentang biksu yang memilih cara mati yang mengerikan ini untuk memprotes pemerintah Amerika, sungguh mengejutkan,” kata Michael Biggs, profesor sosiologi di Universitas Oxford, yang mempelajari protes bunuh diri.

Beberapa orang di AS juga melakukan aksi bakar diri sebagai bentuk protes selama Perang Vietnam, termasuk seorang Quaker (orang-orang yang tergabung dalam Religius Society of Friends, sebuah kelompok denominasi Kristen Protestan) bernama Norman Morrison yang membakar dirinya sendiri di luar Pentagon sambil berpegangan pada anaknya.

Baru-baru ini, aksi membakar diri juga digunakan oleh aktivis iklim untuk memprotes perubahan iklim. Pada tahun 2018, David Buckel, seorang pensiunan pengacara Amerika, membakar dirinya sendiri di Prospect Park Brooklyn.

Pada tahun 2022, aktivis iklim Wynn Alan Bruce membakar dirinya di alun-alun depan Mahkamah Agung. “Tindakan ini bukan bunuh diri,” ujar Kritee Kanko, seorang ilmuwan iklim dan teman Bruce menulis di Twitter setelah tindakan tersebut.

“Ini adalah tindakan belas kasih yang tak kenal takut untuk memberikan perhatian terhadap krisis iklim," imbuhnya.

Bagaimana Aksi Membakar Diri Berfungsi Sebagai Bentuk Protes?

People attend a vigil for U.S. Airman Aaron Bushnell, who died after setting himself on fire in front of the Israeli Embassy in Washington on February 25 in an apparent act of protest against the war in Gaza between Israel and the Palestinian Islamist group Hamas, in Washington, D.C., U.S., February 26, 2024. REUTERS/Allison Bailey

Aksi Solidaritas Warga AS untuk Aaron Bushnell yang Bakar Diri Bela Palestina/Foto: REUTERS/Allison Bailey

Menurut Biggs, bukanlah suatu kebetulan bahwa protes bakar diri mulai sering terjadi pada tahun 1960an, yaitu waktu yang sama ketika televisi muncul sebagai media yang dominan.

“Ini adalah saat protes bunuh diri menjadi bagian dari rangkaian protes global, di mana sebelumnya hanya ada insiden yang terisolasi,” katanya kepada laman NPR.

Para pengunjuk rasa mampu menjangkau khalayak yang lebih luas melalui perubahan teknologi, dan sifat protes mereka yang mengerikan membuat mereka menonjol, namun khalayak tidak selalu mau menerima.

"Protes bunuh diri adalah salah satu cara untuk menarik perhatian masyarakat dan... mengatakan, 'Kami benar-benar tertindas, karena jika kami tidak tertindas, kami tidak akan rela mati dengan cara yang sangat menyakitkan ini,'" ujar Biggs.

Biggs mengatakan dia yakin para pengunjuk rasa yang bersemangat akan terus membakar diri mereka sendiri, karena demonstrasi tersebut masih berhasil menarik perhatian publik.

“Meskipun tidak ada jaminan bahwa aksi ini akan memberikan dampak yang diinginkan, namun aksi ini berhasil mencapai hasil yang tidak dapat dicapai oleh bentuk protes lain,” katanya.

Sementara itu menurut profesor sejarah di Temple University Ralph Young, aksi bakar diri adalah sebuah bentuk keputusasaan. 

“Anda merasa tidak ada yang bisa Anda lakukan, atau orang lain bersedia melakukannya, jadi ini adalah pengorbanan terbesar, yaitu diri Anda sendiri," ungkapnya kepada Time.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.