Kekerasan dalam rumah tangga menjadi fenomena sosial yang sering terjadi di masyarakat. Tindak berbahaya mulai dari ancaman verbal, kontrol hingga main fisik berpotensi menyebabkan dampak buruk untuk semua anggota keluarga tidak terkecuali anak.
Ya, menyaksikan kekerasan di antara orang tua meninggalkan luka batin yang mendalam. Berbagai efek samping, baik yang terlihat dalam waktu singkat ataupun jangka panjang berpotensi sangat berbahaya untuk kehidupan anak ke depannya.
Agar lebih jelasnya, berikut ini ada 6 dampak berbahaya KDRT untuk anak yang dirangkum dari laman Women"s Health.
1. Selalu Merasa Ketakutan
Terus merasa ketakutan/Foto:Freepik.com/Haberstock |
Kekerasan yang terus terjadi di rumah memunculkan ketakutan dalam benak anak. Di setiap harinya, rasa waspada akan kapan kekerasan berikutnya terjadi terus dirasakan oleh anak.
Semakin lama, kecemasan bisa menjadi lebih parah yang membuat anak memilih bersembunyi dan menghindari orang tuanya sendiri karena ketakutan yang sangat besar.
2. Harga Diri Rendah
Merasa diri sendiri rendah/Foto:Freepik.com/Freepik |
Kurangnya perhatian berisiko membuat anak kurang mampu untuk menghargai dirinya sendiri. Belum lagi, perlakuan tidak baik yang dilihat semakin membuat anak merasa tidak berharga.
Anak yang tumbuh dengan pola pikir ini cenderung memiliki harga diri rendah dibandingkan orang di sekitarnya. Risiko ini dijelaskan dalam studi berjudul Characteristics Associated with Low Self-esteem among U.S. Adolescents yaitu kekerasan dalam keluarga menjadi faktor utama dari terlukanya harga diri anak.
3. Gangguan Kesehatan Mental
Merusak kesehatan mental/Foto:Freepik.com/Freepik |
Kesehatan mental menjadi aspek yang paling mudah terganggu ketika ada konflik di antara orang tua. Kekerasan yang terjadi berulang lambat laun menyerang pikiran serta kejiwaan sang anak yang terus dibayangi oleh perasaan rendah akan dirinya sendiri.
Guncangan psikis ini sangatlah berbahaya dengan efek samping yakni depresi, bipolar hingga skizofrenia yang dapat merugikan kualitas diri anak ke depannya.
4. Post Traumatic Stress Disorder
Meninggalkan trauma mendalam/Foto:Freepik.com/Pvproductions |
Semakin parahnya kondisi mental perlahan memicu gangguan stres pascatrauma atau PTSD pada anak. Rentetan peristiwa traumatis menyebabkan perubahan signifikan pada otak sehingga kejadian tersebut terus teringat dan menekan secara emosional.
Akibatnya, si kecil harus tumbuh dengan menanggung berbagai gejala PTSD seperti mudah merasa takut, sulit tidur hingga emosi yang tidak terkontrol.
5. Memicu Bad Behaviour
Menimbulkan sikap nakal/Foto:Freepik.com/Minetphoto |
Bagaimana orang tua bertindak maka itulah yang membentuk perilaku anak ke depannya. Dalam kasus kekerasan rumah tangga, perilaku buruk yang berbeda di setiap usianya dapat muncul sebagai reaksi atas tindakan buruk yang dilihatnya selama ini.
Diungkap dari studi pada American Family Physician, keluhan seperti prestasi buruk hingga mengurung diri dialami oleh anak usia sekolah dasar. Sementara pada remaja, reaksi yang ditimbulkan bisa lebih parah seperti berkelahi, ketergantungan obat dan kenakalan lainnya.
6. Berisiko Lakukan dan Mengalami Kekerasan
Beresiko melakukan perilaku yang sama/Foto:Freepik.com/Freepik |
Anak-anak dengan riwayat mengalami pengalaman kekerasan memiliki kemungkinan untuk mengulang perilaku tersebut saat dewasa. Seperti misal laki-laki yang dapat menganiaya pasangan karena melihat ibunya dahulu, begitu juga perempuan namun dengan posisi sebagai korban.
Kondisi ini disebabkan karena emosi yang dipendam sejak kecil baru dapat diluapkan saat dewasa dengan cara melakukan hal yang sama seperti yang dilihatnya dahulu.
Beauties, seberat apapun masalah rumah tangga sebisa mungkin hindarilah kekerasan apapun bentuknya. Selain menjaga kehangatan rumah, hal ini menjadi cara terbaik untuk memenuhi kesejahteraan mental anak yang dapat dilakukan sebagai orang tua.
---
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!