Tidak Berpihak Pada Korban, Berhenti Menggunakan Istilah Revenge Porn! Ini Alasannya

Diny Putri | Beautynesia
Kamis, 24 Mar 2022 09:00 WIB
Ilustrasi pelecehan seksual/Foto: Pexels

Di era sekarang, media sosial menjadi wadah utama bagi para masyarakat untuk mengeluarkan ekspresi, aspirasi, dan lainnya. Hampir setiap orang tentu memiliki setidaknya satu akun pada salah satu media sosial untuk bisa berkomunikasi dengan teman jauh, mencari informasi, atau menjadikan laman media sosialnya sebagai ‘buku harian’.

Karena media sosial telah menjadi suatu kebutuhan bagi masyarakat, pengguna selalu mencari dan menemukan berbagai informasi dari berbagai belahan dunia. Namun, media sosial tidak selamanya menyajikan hal-hal indah maupun positif, nih, Beauties.

Kamu tentu pernah melihat atau menemukan satu konten yang tidak senonoh muncul di laman media sosialmu. Namun, tahukah kamu, jika konten tak senonoh yang kamu temukan di laman media sosialmu, biasanya disebarluaskan oleh salah satu orang terdekatnya? Misalnya, mantan kekasihnya. Hal itu disebut dengan istilah revenge porn.

Apa itu Revenge Porn?

Revenge porn merupakan suatu tindakan menyebarluaskan foto atau video yang berkaitan dengan sesuatu berbau seksual tanpa persetujuan dari pihak yang bersangkutan. Seseorang yang melakukan tindakan tersebut biasanya dilandasi oleh balas dendam atau sakit hati dan bertujuan untuk mempermalukan pihak terkait.


Ilustrasi Perempuan Frustrasi/Pexels/Mart Production

Dilansir melalui akun Twitter SAFEnet Voice, @safenetvoice, revenge porn secara singkatnya memiliki pengertian kekerasan sistemis terhadap perempuan. Ini bukan hanya aksi balas dendam yang dilakukan oleh mantan kekasih maupun orang yang sakit hati. Revenge porn lebih jauhnya merupakan kekerasan berbasis gender yang mencerminkan pola budaya kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan yang lebih luas.

Istilah Revenge Porn Tidak Tepat

Beauties, meskipun kamu telah mengetahui istilah revenge porn, namun ternyata istilah tersebut sangat tidak tepat, lho. Mengapa? Dilansir dari akun twitter @safenetvoice, kata revenge memiliki arti balas dendam dan karena hal itu, revenge porn mengesankan bahwa pada kasus ini pelaku sedang melakukan upaya balas dendam kepada korban.

Hal ini terkesan memberikan pandangan victim blaming (menyalahkan korban) kepada orang-orang. Sebab mereka akan menganggap bahwa si korban telah melakukan kesalahan besar pada pelaku dan pantas mendapat hukuman dengan tersebarnya konten intim milik korban.

Padahal pada kenyataannya, kebanyakan pelaku revenge porn adalah orang-orang terdekat korban, misalnya pacar, suami, atau kerabat dekat. Namun, tak jarang pula ditemukan pelaku revenge porn di luar lingkaran lingkungan si korban dan tidak memiliki motif balas dendam sama sekali.

Selain karena penggunaan kata revenge yang salah, kata porn dalam istilah revenge porn juga tidak tepat. Sebab kata porn seakan menafsirkan bahwa konten intim yang disebarkan merupakan untuk konsumsi publik serta hiburan.


Ilustrasi Perempuan/Pexels/Kat Smith

Kita pun sebagai masyarakat awam tidak tahu apakah dalam pembuatan konten intim tersebut terdapat persetujuan dari korban atau tidak. Karena terkadang dalam kasus ini, korban sering kali dipaksa, diintimidasi, serta dirayu agar setuju untuk membuat konten intim tersebut.

Atau bisa juga korban sama sekali tidak tahu menahu mengenai foto atau video yang disebar oleh pelaku. Dalam kata lain, pelaku merekam korban secara diam-diam atau menggunakan kamera tersembunyi.

Artinya, dalam pembuatan konten intim saja sudah terdapat potensi paksaan serta bentuk kekerasan. Apalagi jika pelaku menyebarluaskan konten intim tersebut tanpa persetujuan dari korban.

Penggunaan Istilah yang Tepat

Jika revenge porn bukan istilah yang tepat, lalu istilah apa yang tepat? Dilansir dari akun twitter @safenetvoice, Coding Rights dan Internet Lab mengajukan istilah “non-consensual dissemination of intimate images” atau yang kerap kali disingkat menjadi NCII.

Selain NCII, terdapat istilah lainnya, yakni malicious distribution yang juga merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan di dunia maya. Lebih lanjut, malicious distribution juga didefinisikan sebagai penggunaan teknologi untuk menyebarkan konten-konten yang merusak reputasi korban atau organisasi pembela hak-hak perempuan terlepas dari kebenarannya.

Dampak dari NCII

Beauties, tentu semua korban pelecehan seksual baik itu secara daring maupun langsung akan meninggalkan luka yang mendalam bagi mereka. Apalagi di era sekarang media sosial sudah menjamur di masyarakat luas serta dapat diakses dengan mudah dan kapan saja. Tentu bagi para korban NCII, konten intim mereka yang tersebar luas sangat menjadi hal traumatis untuk mereka.


Ilustrasi Perempuan Menangis/Pexels/Kat Smith

Dilansir melalui jaapl.org para korban NCII dapat mengalami hal-hal berikut ini:

  1. Memiliki trust issue terhadap orang-orang di sekitarnya.
  2. Korban akan merasa marah, depresi, bersalah, paranoia, bahkan bisa memiliki keinginan untuk bunuh diri.
  3. Menarik diri dari orang-orang atau mengisolasi dirinya sendiri dari lingkungan sekitar.
  4. Merasa tidak berharga.

Selain kondisi secara psikologis, korban mungkin juga mengalami pemutusan hubungan kerja atau mengalami kesulitan dalam mendapat pekerjaan di masa depan. Karena sekarang sudah banyak perusahaan yang melihat kualitas pelamar kerjanya secara daring.

Beauties, itu tadi penjelasan mengenai revenge porn serta penggunaan yang tepat dalam istilah tersebut. Jika, kamu pernah mengalami atau mengenal korban NCII, kamu bisa menyimpan bukti-bukti bahwa si pelaku menyebar konten intim tanpa persetujuan, melaporkan unggahan tersebut pada media sosial yang bersangkutan agar konten bisa segera dihapus dan tidak menjamur. Selain itu, kamu juga bisa melaporkannya ke pihak berwajib.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Loading ...
Tonton video di bawah ini ya, Beauties!
5 Kebiasaan Perempuan Sukses yang Bisa Kamu Lakukan