
Uskup Pemenang Nobel Perdamaian Diduga Lakukan Pelecehan Seksual terhadap Anak di Bawah Umur, Ini Pengakuan Korban!

Uskup Carlos Filipe Ximenes Belo atau dikenal dengan Uskup Belo diduga melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Nama Uskup Belo sudah tidak asing lagi bagi warga Timor Leste, sebab ia merupakan seorang tokoh penting di Timor Leste dan berhasil memenangkan Penghargaan Perdamaian Nobel 1996.
Dugaan pelecehan mencuat pertama kali melalui surat kabar Belanda De Groene Amsterdammer, yang memuat kesaksian para korban dan saksi. Salah seorang korban, Paulo (bukan nama asli), mengaku bahwa Uskup Belo melakukan pelecehan lalu memberikannya sejumlah uang. Hal itu terjadi ketika ia masih remaja, di usia 15-16 tahun. Paulo baru mengungkapkannya kini di saat ia berumur 42 tahun.
Kejadian bermula ketika Uskup Belo mendekatinya di akhir misa dan ia diundang untuk datang ke kediamannya.
"Dia meminta saya untuk datang ke tempatnya. Merupakan sebuah kehormatan untuk diundang dan saya sangat senang," tutur Paulo, dikutip dari laman De Groene Amsterdammer.
Seperti diketahui, Uskup Belo bukan hanya pemimpin gereja Katolik Roma terpandang di Timor Leste, namun juga menjadi pahlawan nasional dan harapan bagi rakyat.
![]() |
Tanpa rasa curiga, Paulo pun pergi ke kediaman Uskup Belo. Ia kemudian dibawa ke kamar tidur dan dilecehkan, seperti diberitakan laman De Groene Amsterdammer.
Bingung dan terkejut, Paulo pun tertidur. Ketika ia bangun, Uskup Belo memberinya sejumlah uang. Di pagi harinya, Paulo segera pergi dari rumah Uskup dengan ketakutan dan merasa aneh serta malu.
"Ini bukan salah saya. Dia telah mengundang saya. Dia adalah seorang uskup. Dia memberi kami makanan, dan berbicara baik padaku. Dia mengambil keuntungan dari situasi itu," paparnya.
Salah seorang korban lain, Roberto (bukan nama asli), yang kini berusia 45 tahun, diduga mengalami pelecehan berkali-kali oleh Uskup Belo.
Saat itu di kota Roberto tinggal, sedang berlangsung pesta gereja. Masyarakat gembira menyambut kedatangan Uskup. Saat pertunjukan musik, Uskup Belo melihat Roberto. Ia kemudian meminta Roberto yang saat itu berusia 14 tahun untuk datang ke biara.
Roberto pun pergi ke biara, namun malam sudah begitu larut untuk pulang. Uskup Belo kemudian membawa Roberto yang kelelahan dan tertidur ke kamarnya. Ketika Roberto terbangun, ia menyadari bahwa ia telah diperkosa dan dilecehkan malam itu.
![]() |
"Pagi-pagi sekali dia menyuruhku pergi. Aku takut karena hari masih gelap. Jadi aku harus menunggu sebelum bisa pulang. Dia juga meninggalkan uang untukku. Itu dimaksudkan agar aku tutup mulut. Dan untuk memastikan aku akan kembali," tutur Roberto, dilansir dari laman De Groene Amsterdammer.
Uang yang diterima Roberto berjumlah cukup besar kala itu, di mana kondisi politik dan ekonomi belum stabil. Banyak masyarakat Timor Leste meninggal karena kelaparan, penyakit, kelelahan, dan kekerasan. Di kunjungan Uskup Belo berikutnya di kota Roberto, ia mengirim seseorang untuk menjemput remaja pria tersebut.
"Saya merasa diakui, dipilih, dicintai, dan istimewa. Sampai saya mengerti bahwa Uskup tidak benar-benar tertarik pada saya, tetapi itu hanya tentang dirinya sendiri. Kemudian itu hanya tentang uang bagi saya. Uang yang sangat kami butuhkan," tuturnya.
Ketika Roberto pindah ke Dili, pelecehan seksual dan eksploitasi seksual pindah ke kediaman Uskup Belo di kota. Di sana, Roberto melihat anak-anak yatim piatu tumbuh di kompleks dan anak laki-laki lain yang dipanggil seperti dirinya. Roberto dan Paulo mengatakan orang-orang dikirim dengan mobil untuk membawa anak laki-laki yang diinginkan Belo ke kediamannya.
Menurut Paulo, Uskup Belo menyalahgunakan posisi kekuasaannya serta kondisi masyarakat yang kala itu hidup dalam kemiskinan ekstrem.
"Dia tahu bahwa anak-anak lelaki itu tidak punya uang. Jadi ketika dia mengundang Anda, Anda datang dan dia memberi Anda sejumlah uang. Tapi sementara itu Anda adalah korban. Begitulah cara dia melakukannya," jelas Paulo.
![]() |
Butuh waktu berpuluh tahun bagi Paulo dan Roberto untuk mengungkapkan apa yang mereka alami. Menurut Paulo, sulit menceritakan apa yang terjadi saat itu. Mereka takut membicarakannya dan memberi tahu orang lain.
Dilansir dari De Groene Amsterdammer, gereja Katolik sangat dihormati di antara orang-orang di Timor Leste, karena peran keagamaannya dan sebagai lembaga yang membantu orang-orang dan menawarkan perlindungan.
Jika tuduhan terhadap Uskup Belo dipublikasikan, menurut Roberto, maka akan menghebohkan negara dan merusak perjuangan kemerdekaan. Sulit bagi korban untuk berbicara tentang dugaan kejahatan seksual yang dilakukan Uskup Belo, karena takut akan stigmatisasi, pengucilan, ancaman, dan kekerasan.
Dari penelitian yang dilakukan De Groene, korban Uskup Belo cukup banyak. De Groene telah berbicara dengan 20 orang yang mengetahui kasus tersebut, mulai dari pejabat, politisi, pekerja LSM, hingga orang-orang dari gereja. Menurut surat kabar tersebut, tuduhan pertama kali muncul pada tahun 2002, setelah Timor Timur memperoleh kemerdekaan. Namun, kasus tersebut tidak dipublikasikan.
Dugaan pelecehan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Dugaan kasus pelecehan yang menimpa Paulo dan Roberto mengacu pada tahun 90-an. Menurut penelitian De Groene, Uskup Belo juga melecehkan anak laki-laki sebelum dia menjadi uskup, di awal tahun 80-an, di desa Fatumaca.
Sebagai korban, Paulo ingin kebungkaman soal dugaan pelecehan seksual tersebut diakhiri.
"Kita harus membicarakannya, dan meneriakkannya lebih keras kepada dunia," katanya.
Sementara itu, Roberto menceritakan kisahnya karena dia ingin membuka jalan bagi korban lain untuk berbicara.
"Yang saya inginkan adalah permintaan maaf dari Uskup Belo dan gereja. Saya ingin mereka mengakui penderitaan yang menimpa saya dan orang lain, sehingga kekerasan dan penyalahgunaan kekuasaan ini tidak terjadi lagi," tutupnya.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!