Sejarah Kue Nastar yang Jadi Primadona saat Lebaran
Nastar, kue kering berisi selai nanas, telah menjadi hidangan wajib saat perayaan Lebaran di Indonesia. Kehadiran kue nastar saat Lebaran di meja-meja masyarakat tidak hanya menambah semarak suasana, tetapi juga mencerminkan akulturasi budaya yang kaya.
Ya, akulturasi budaya. Faktanya, kue kering Lebaran yang satu ini ternyata bukanlah kue asli Indonesia. Asal-usul kue nastar hingga menjadi primadona saat Lebaran di Indonesia memiliki sejarah panjang yang menarik untuk ditelusuri. Untuk lebih jelasnya, simak ulasan yang dilansir dari detikEdu berikut ini!
Sejarah Kue Nastar di Indonesia
Kehadiran kue nastar dalam budaya Indonesia tidak lepas dari pengaruh kolonial Belanda. Pada masa penjajahan, terutama antara abad ke-19 hingga awal abad ke-20, interaksi antara masyarakat pribumi dan Belanda melahirkan penyerapan budaya kuliner Eropa ke dalam tradisi lokal.
Sebelum pengaruh tersebut datang, masyarakat Indonesia lebih akrab dengan kudapan tradisional seperti rengginang, opak, atau apem saat perayaan. Namun, seiring waktu, kue kering mulai menggantikan posisi kudapan tradisional tersebut, terutama di kalangan bangsawan dan priyayi.
Asal Mula Nama Nastar
Ilustrasi/Foto: Freepik.com/tyasindayanti
Nama “nastar” sendiri berasal dari bahasa Belanda, yaitu “ananas” yang berarti nanas dan “taart” yang berarti tart atau kue. Secara harfiah, nastar dapat diartikan sebagai tart nanas. Pelafalan “ananas taart” kemudian disederhanakan oleh lidah lokal menjadi “nastar”.
Di Belanda, kue ini dikenal sebagai “ananas koekjes” atau kue nanas. Sementara itu, dalam bahasa Inggris, kue ini sering disebut sebagai “pineapple tarts” atau “pineapple nastar roll”.
Akulturasi dan Modifikasi Nastar di Indonesia
Ilustrasi/Foto: freepik.com/vecstock
Awalnya, kue tart di Belanda menggunakan isian buah seperti apel atau bluberi. Namun, karena sulitnya mendapatkan buah-buahan tersebut di Indonesia, nanas yang melimpah dan mudah didapat dijadikan alternatif isian.
Selain itu, kue tart di Belanda biasanya berukuran besar dan disajikan dalam potongan. Namun, di Indonesia, kue ini mengalami modifikasi menjadi kue kering berukuran kecil yang lebih sesuai dengan selera lokal dan kondisi iklim tropis yang lembap.
Proses akulturasi budaya tidak hanya memengaruhi bahan dan bentuk nastar, tetapi juga momen penyajiannya. Jika di Belanda kue tart nanas disajikan saat perayaan Natal, di Indonesia nastar menjadi hidangan khas saat Lebaran.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!