6 Hal Penting dari CATAHU 2024 Komnas Perempuan, Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan Meningkat!

Nadya Quamila | Beautynesia
Senin, 17 Mar 2025 08:30 WIB
Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan (KBGtP) Alami Kenaikan di 2024
Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan (KBGtP) Alami Kenaikan di 2024/Foto: Ilustrasi dari Rajulur Rasyid

Kata perempuan dan kekerasan, pilunya, masih terlalu sering berdampingan hingga hari ini. Angka demi angka kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan (KBGtP) terus bertambah. Hal ini seharusnya menjadi pukulan dan pengingat bagi dunia bahwa di balik angka tersebut, ada kehidupan para perempuan yang terenggut, terancam, dan menimbulkan luka berkepanjangan.

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meluncurkan Catatan Tahunan (CATAHU) 2024 dengan tema "Menata Data, Menajamkan Arah: Refleksi Pendokumentasian dan Tren Kasus Kekerasan terhadap Perempuan 2024."

Catatan Tahunan (CATAHU) Kekerasan terhadap Perempuan adalah kompilasi data kasus kekerasan terhadap perempuan yang diterima oleh Komnas Perempuan, lembaga layanan berbasis masyarakat maupun institusi pemerintah yang tersebar di hampir semua provinsi di Indonesia. 

CATAHU 2024 menunjukkan bahwa KGBtP pada 2024 mengalami kenaikan sejumlah 14,17% dibandingkan tahun 2023, yaitu sebanyak 330.097 kasus. Dilansir dari situs resmi Komnas Perempuan, berikut ini beberapa poin penting yang perlu kamu ketahui dari CATAHU 2024.

Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan (KBGtP) Alami Kenaikan di 2024

Ilustrasi korban kekerasan seksual

Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan (KBGtP) Alami Kenaikan di 2024/Foto: Ilustrasi dari Rajulur Rasyid

Data KBGtP dalam CATAHU 2024 sebanyak 330.097 kasus, meningkat sejumlah 14,17% dibandingkan tahun 2023. Data KBGtP untuk putusan pengadilan berjumlah 291.213 kasus lebih banyak dibandingkan dengan data pelaporan 38.788 kasus dan penuntutan 96 kasus.

Berdasarkan ranahnya, KBGtP di ranah personal lebih tinggi (309.516 kasus) dibandingkan dengan ranah publik (12.004 kasus) dan negara (209 kasus). Sementara untuk wilayah, kasus terbanyak dicatatkan berada di Pulau Jawa. Provinsi Sumatera Utara, Lampung dan Sulawesi Selatan menjadi provinsi di luar Jawa yang tercatat memiliki banyak kasus. Sebaliknya Provinsi Papua menjadi wilayah paling sedikit dengan kasus yang dilaporkan (9 kasus).

Bentuk Kekerasan yang Paling Banyak Dilaporkan

Ilustrasi korban

Bentuk Kekerasan yang Paling Banyak Dilaporkan/Foto: Ilustrasi dari LLLLixi

Berdasarkan pada bentuk kekerasan, data Komnas Perempuan dan data pelaporan kasus dari mitra CATAHU 2024 yang paling banyak dilaporkan adalah kekerasan seksual (26,94%), kekerasan psikis (26,94%), kekerasan fisik (26,78%) dan kekerasan ekonomi (9,84%). 

Pada tahun ini terjadi pergeseran data dibandingkan tahun 2023, di mana data kekerasan yang paling banyak dilaporkan adalah kekerasan psikis. Khususnya pada data mitra CATAHU, kekerasan seksual menunjukkan angka tertinggi 17.305, kekerasan fisik 12.626, kekerasan psikis 11.475, dan kekerasan ekonomi 4.565.

Sedangkan data dari Komnas Perempuan menunjukkan bahwa kekerasan psikis masih mendominasi dengan jumlah sebesar 3.660, diikuti dengan kekerasan seksual 3.166, kekerasan fisik 2.418, dan kekerasan ekonomi 966.

Sebagai informasi, kekerasan seksual adalah segala bentuk tindakan yang bersifat seksual yang dilakukan tanpa persetujuan korban atau dengan paksaan, termasuk pelecehan, eksploitasi, pemerkosaan, pemaksaan perkawinan, dan perdagangan manusia untuk tujuan seksual.

Kekerasan psikis adalah kekerasan yang menyebabkan tekanan mental atau emosional pada korban, seperti penghinaan, ancaman, intimidasi, manipulasi, hingga gaslighting.

Sementara itu, kekerasan fisik adalah kekerasan yang melibatkan kontak fisik yang menyakiti atau melukai korban, seperti pemukulan, tendangan, cekikan, penyiksaan, dan lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada korban.

Kekerasan ekonomi adalah kekerasan yang membatasi atau mengontrol akses seseorang terhadap sumber daya ekonomi, seperti melarang pasangan bekerja atau menguasai penghasilan korban.

Mayoritas Korban Berusia 18-24 Tahun

Penting! Ini 4 Cara untuk Melawan Kasus Perundungan atau Pelecehan di Tempat Kerja/Foto: Findy Tia, CC BY 4.0 , via Wikimedia Commons

Mayoritas Korban Berusia 18-24 Tahun/Foto: Findy Tia, CC BY 4.0 , via Wikimedia Commons

Berdasarkan usia, menunjukkan bahwa jumlah terbesar korban pada rentang usia 18-24 tahun (1.474 orang). Sementara itu, karakteristik tingkat pendidikan memperlihatkan bahwa korban dan pelaku/terlapor yang terbanyak adalah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dengan catatan paling banyak adalah berpendidikan SMA/sederajat.

Tren ini sama dengan tren sebelumnya bahwa usia dan pendidikan pelaku/terlapor lebih tinggi/lebih tua daripada korban/pelapor. Hal ini menunjukkan bahwa relasi kuasa masih sangat mewarnai KBGtP. Ketimpangan relasi kuasa adalah ketika seseorang yang memegang kuasa yang lebih dan menggunakan kuasa itu untuk memanipulasi dan menyakiti dan melecehkan orang yang dianggap lebih lemah.

Profesi Pelaku Justru dari Kalangan yang Seharusnya Melindungi Masyarakat

Ilustrasi kekerasan seksual

Profesi Pelaku Justru dari Kalangan yang Seharusnya Melindungi Masyarakat/Foto: Ilustrasi dari Rajulur Rasyid

Jenis pekerjaan atau status korban yang paling banyak adalah pelajar/mahasiswa, IRT, pegawai swasta, tidak bekerja dan lainnya. Pola ini juga hampir sama terjadi pada pelaku/terlapor di mana pekerjaan pelaku/terlapor paling banyak adalah pegawai swasta, pelajar/mahasiswa dan tidak bekerja.

Jika dilihat data pelaku lebih rinci, orang-orang yang diharapkan menjadi pelindung, teladan, dan perwakilan negara seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS), Guru, Dosen, Aparat Penegak Hukum
 (APH), Pemerintah, Polisi, TNI, Tenaga Medis/Kesehatan, Pejabat Publik/Negara dan Tokoh Agama yang berjumlah 244 orang, atau 7,09% dari total pelaku yang diketahui profesinya.

Berdasarkan data pelaporan yang diberikan mitra CATAHU 2024, Korban terbanyak berstatus pelajar/mahasiswa 14.094, dilanjutkan IRT 5.836 dan tidak bekerja 4.693, sedangkan pelaku paling banyak adalah karyawan swasta 4.330, Buruh 4.144 dan pelajar/mahasiswa 3.105. Selain itu, data yang tidak teridentifikasi (NA) tidak dipungkiri jumlahnya juga sangat banyak. Pelaku/terlapor TNI, POLRI, dan ASN termasuk tinggi dengan total 1.280 kasus.

Di Ranah Personal, Kekerasan terhadap Istri (KTI) Paling Banyak Dilaporkan

Ilustrasi KDRT

Di Ranah Personal, Kekerasan terhadap Istri (KTI) Paling Banyak Dilaporkan/Foto: Ilustrasi dari Bedemdang

Sejak tahun 2001, Kekerasan terhadap Istri (KTI) selalu menjadi kasus terbanyak dalam laporan CATAHU. Pada tahun 2024, Komnas Perempuan menerima 672 kasus KTI, menjadikannya jumlah tertinggi dalam laporan kekerasan di ranah personal.

Selain itu, bentuk kekerasan lain yang banyak terjadi adalah:

  • Kekerasan Mantan Pacar (KMP): 632 kasus
  • Kekerasan dalam Pacaran (KDP): 407 kasus
  • Kekerasan terhadap Anak Perempuan (KTAP): 122 kasus
  • Ranah Personal Lain (RP-Lain): 109 kasus
  • Kekerasan terhadap Mertua/Saudara Ipar (KMS): 68 kasus

Secara keseluruhan, jumlah kasus kekerasan di ranah personal pada tahun 2024 mengalami kenaikan 3,4 persen dibandingkan tahun 2023.

Laporan Mitra CATAHU 2024 juga menunjukkan pola serupa, dengan 5.950 kasus KTI. Secara keseluruhan, kasus dalam lingkup Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) mencapai 83,70 persen dari total pelaporan di ranah personal. Data ini menunjukkan bahwa ketimpangan gender dalam pernikahan masih tinggi, dengan istri sering berada dalam posisi subordinat. Meskipun UU PKDRT telah diterapkan selama 20 tahun, masih banyak hambatan dalam implementasinya.

Berdasarkan data pengaduan Komnas Perempuan, tidak sedikit korban yang memilih untuk melepaskan belenggu KDRT dengan menempuh jalur hukum. Terdapat 132 kasus (19.6 persen) korban yang berani melaporkan kasusnya ke Kepolisian. Namun, korban masih menghadapi hambatan saat membawa kasusnya ke ranah hukum dan peradilan.

Data pengaduan Komnas Perempuan menunjukkan sebanyak 7 kasus KTI yang mengalami delayed in justice (proses hukum yang tertunda) dan 17 kasus KTI mengalami kriminalisasi. Komnas Perempuan juga memberi perhatian khusus terhadap kasus KTI yang dialami oleh korban sebagai dampak dari perkawinan campuran, setidaknya ada 8 kasus KDRT yang dilaporkan.

Bagaimana dengan Implementasi UU TPKS?

Ilustrasi kasus kekerasan seksual

Bagaimana dengan Implementasi UU TPKS?/Foto: Ilustrasi dari Errizdwi

Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) diresmikan pada 12 April 2022. Setelah dua tahun berlakunya UU TPKS, pendokumentasian kasus kekerasan seksual dapat mengategorikan bentuk kekerasan sesuai jenis dalam UU TPKS. Pelecehan seksual, baik fisik maupun non-fisik, tercatat lebih tinggi dari kasus perkosaan yang menunjukkan meningkatnya pemahaman masyarakat bahwa pelecehan seksual adalah tindak pidana yang dapat dilaporkan. 

Namun, pemenuhan hak korban TPKS belum optimal dikarenakan pada tatanan kebijakan baru 4 (empat) peraturan pelaksana UU TPKS yang disahkan dan 3 (tiga) peraturan pelaksana belum disahkan oleh Presiden, belum semua Provinsi/Kabupaten/Kota membentuk UPTD PPA sebagai pelaksana utama UU TPKS, belum sistematisnya pendidikan dan pelatihan TPKS kepada aparat penegak hukum dan lembaga layanan. Hak perempuan korban perkosaan dan kekerasan seksual lainnya atas kesehatan reproduksi secara komprehensif termasuk layanan aborsi aman belum diperoleh secara optimal.

Ada sembilan jenis kekerasan seksual yang diatur dalam UU TPKS. 

Berdasarkan Pasal 4 Ayat (1), Tindak Pidana Kekerasan Seksual terdiri dari:

(1) Tindak Pidana Kekerasan Seksual terdiri atas:
a. pelecehan seksual nonfisik;
b. pelecehan seksual fisik;
c. pemaksaan kontrasepsi;
d. pemaksaan sterilisasi;
e. pemaksaan perkawinan;
f. penyiksaan seksual;
g. eksploitasi seksual;
h. perbudakan seksual; dan
i. kekerasan seksual berbasis elektronik.

(2) Selain Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tindak Pidana Kekerasan Seksual juga meliputi:
a. perkosaan;
b. perbuatan cabul;
c. persetubuhan terhadap Anak, perbuatan cabul terhadap Anak, dan/atau eksploitasi seksual terhadap Anak;
d. perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak Korban;
e. pornografi yang melibatkan Anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual;
f. pemaksaan pelacuran;
g. tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual;
h. kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga;
i. tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan Tindak Pidana Kekerasan Seksual; dan
j. tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE