7 Fakta Menarik di Balik Sumpah Pemuda yang Jarang Diketahui

Dewi Maharani Astutik | Beautynesia
Senin, 28 Oct 2024 07:30 WIB
7 Fakta Menarik di Balik Sumpah Pemuda yang Jarang Diketahui
7 Fakta Menarik di Balik Sumpah Pemuda yang Jarang Diketahui/Foto: Dok. Museum Sumpah Pemuda

Sumpah Pemuda adalah ikrar yang diucapkan oleh para pemuda Indonesia pada 28 Oktober 1928 yang menandai salah satu tonggak penting dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia. Sumpah ini menjadi simbol persatuan dan semangat kebangsaan yang menginspirasi perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan.

Isi Sumpah Pemuda menegaskan tiga poin utama: pertama, mengakui tanah air Indonesia; kedua, mengakui bangsa Indonesia; dan ketiga, menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Selain isi Sumpah Pemuda, ada beberapa fakta menakjubkan soal Sumpah Pemuda yang harus kamu tahu.

Dilansir dari detikcom, inilah fakta di balik Sumpah Pemuda yang jarang diketahui!

Bukan “Sumpah Pemuda” pada Awalnya

Ilustrasi/Foto: Dok. Museum Sumpah Pemuda
Ilustrasi/Foto: Dok. Museum Sumpah Pemuda

Pada awalnya, rumusan hasil Kongres Pemuda Kedua hanya berbentuk keputusan tanpa nama khusus. Keputusan tersebut kemudian ditulis dan dibacakan dalam acara kongres yang dihadiri oleh para pemuda dari berbagai daerah.

Setelah kongres dilaksanakan, barulah muncul istilah “Sumpah Pemuda” untuk menyebut keputusan tersebut. Istilah ini menjadi simbol persatuan dan tekad para pemuda Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa.

Diawasi Ketat oleh Kepolisian Belanda

Ilustrasi/Foto: Dok. Museum Sumpah Pemuda

Pada Kongres pemuda Kedua yang berlangsung pada 27-28 Oktober 1928 di Jakarta terdapat pengawasan ketat dari pihak kolonial Belanda. Meskipun tidak ada larangan resmi terhadap penggunaan kata “merdeka”, panitia kongres berhati-hati dalam menyampaikan pesan-pesan kebangsaan.

Oleh karena itu, lagu “Indonesia Raya” yang diperkenalkan oleh Wage Rudolf Supratman pada momen itu diperdengarkan secara instrumental dengan biola untuk menghindari reaksi keras dari pemerintah kolonial terhadap lirik yang berisi semangat kemerdekaan. Penyampaian lagu tanpa lirik dilakukan sebagai bentuk kompromi agar tidak menimbulkan konflik dengan penguasa kolonial.

Gedung Kongres Pemuda II Diubah Menjadi Museum

Ilustrasi/Foto: Dok. Museum Sumpah Pemuda

Gedung Indonesische Clubgebouw terletak di Jakarta Pusat dan dikenal sebagai lokasi penting untuk pelaksanaan Kongres Pemuda Kedua. Dengan arsitektur yang khas, gedung ini menjadi saksi bisu perjalanan sejarah perjuangan pemuda Indonesia.

Setelah dilakukan pemugaran pada 20 Mei 1973 oleh Pemda DKI Jakarta, gedung ini dialihfungsikan menjadi museum yang diberi nama Museum Sumpah Pemuda. Museum ini berfungsi sebagai sarana edukasi untuk mengenang dan menghargai semangat perjuangan para pemuda dalam memerdekakan Indonesia.

Kongres Diselenggarakan di Lapangan Banteng

Ilustrasi/Foto: Dok. Museum Sumpah Pemuda

Kongres Pemuda Kedua yang menjadi momen bersejarah bagi Sumpah Pemuda, pertama kali dilaksanakan pada 27 Oktober 1928 di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond yang sekarang dikenal sebagai Lapangan Banteng, Jakarta.

Pada saat itu, para pemuda dari berbagai organisasi berkumpul untuk memperkuat persatuan bangsa melalui pembahasan mengenai bahasa, sejarah, dan pendidikan yang kemudian melahirkan semangat nasionalisme yang lebih kuat.

Saat ini, lokasi tersebut telah beralih fungsi. Gedung bekas Katholieke Jongenlingen Bond menjadi bagian dari kompleks sekolah Santa Ursula, sedangkan Lapangan Banteng digunakan sebagai ruang publik yang sering menjadi tempat penyelenggaraan acara-acara nasional dan kegiatan budaya.

Bahasa Indonesia Menjadi Simbol Kesatuan Bangsa

Ilustrasi/Foto: Dok. Museum Sumpah Pemuda

Kongres Pemuda Kedua tahun 1928 menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang bertujuan untuk mempererat kesatuan bangsa. Sebelumnya, bahasa Belanda dominan digunakan dalam berbagai pertemuan sehingga dibutuhkan penerjemah untuk mengubah pidato ke bahasa Melayu.

Mohammad Yamin, tokoh penting dalam kongres tersebut, berperan sebagai sekretaris sekaligus penerjemah bahasa Belanda ke bahasa Melayu. Usulnya untuk mengganti istilah “bahasa Melayu” menjadi “bahasa Indonesia” diterima secara bulat oleh peserta kongres dan menjadi salah satu hasil utama kongres.

Hasil Putusan Kongres Disusun oleh Satu Orang

Ilustrasi/Foto: Dok. Museum Sumpah Pemuda

Pada hari terakhir Kongres Pemuda II, Mohammad Yamin menuliskan ikrar pemuda dalam secarik kertas saat mendengar pidato dari Mr. Sunario, seorang tokoh nasionalis yang turut menyampaikan ide-ide persatuan. Ikrar yang berisikan janji untuk bersatu dalam satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa inilah yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda.

Sumpah Pemuda kemudian dibacakan oleh Soegondo Djojopoespito, ketua Kongres Pemuda II, sebagai penutup kongres. Momen ini menandai titik penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Hanya 6 Perempuan yang Menghadiri Kongres Pemuda II

Ilustrasi/Foto: Dok. Museum Sumpah Pemuda

Dari 700 peserta yang diundang untuk menghadiri kongres, hanya 82 peserta yang mencatatkan kehadiran mereka. Kongres ini dihadiri oleh berbagai tokoh dengan latar belakang berbeda dan menggambarkan keberagaman yang ada di dalamnya.

Di antara 82 peserta tersebut, terdapat 6 perempuan, yaitu Dien Pantow, Emma Poeradiredja, Jo Tumbuan, Nona Tumbel, Poernama Woelan, dan Siti Soendari, yang turut berperan aktif dalam kongres. Kehadiran mereka menjadi simbol kontribusi perempuan dalam isu-isu penting sekaligus mencerminkan peran perempuan yang mulai diakui dalam kancah sosial-politik pada masa itu.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE