7 Hambatan Pendidikan yang Dialami Anak Perempuan di Seluruh Dunia

Retno Anggraini | Beautynesia
Kamis, 24 Nov 2022 17:00 WIB
Anak Perempuan Lebih Sering Habiskan Waktu untuk Pekerjaan Rumah Tangga
Hambatan pendidikan yang dialami anak perempuan di seluruh dunia/Foto: Unsplash.com/Nikhita S

Secara global, ada sekitar 130 juta anak perempuan yang saat ini tidak bersekolah. Berinvestasi untuk masa depan mereka memiliki potensi untuk mengangkat derajat keluarga dan dunia. Ketika anak perempuan mendapatkan pendidikan yang berkualitas, mereka akan mendapatkan banyak manfaat dari segala aspek.

Menyekolahkan anak perempuan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi, mempromosikan perdamaian, dan bahkan membantu memerangi perubahan iklim. Namun, pendidikan untuk anak perempuan masih memiliki banyak hambatan hingga saat ini. Dilansir Global Citizen, berikut sederet hambatannya.

Biaya

Hambatan pendidikan yang dialami anak perempuan di seluruh dunia
Ilustrasi biaya/Foto: Freepik.com/jcomp

Menurut World Bank, kemiskinan adalah faktor terpenting yang menentukan apakah seorang anak perempuan dapat mengakses pendidikan atau tidak. Meski ada wilayah di mana orangtua tidak perlu membayar uang sekolah, kebutuhan pendidikan yang lain seperti transportasi dan buku pelajaran akan sulit terpenuhi. Jika keluarga tidak mampu membayar biaya sekolah, mereka lebih cenderung menyekolahkan anak laki-laki daripada anak perempuan.

Pernikahan Anak di Bawah Umur

Hambatan pendidikan yang dialami anak perempuan di seluruh dunia
Ilustrasi pernikahan di bawah umur/Foto: Freepik.com/freepic.diller

Pernikahan anak di bawah usia 18 tahun terjadi di seluruh dunia, tapi terjadi secara tidak proporsional di negara-negara berkembang. Orangtua membiarkan anak perempuannya melakukan pernikahan di usia dini karena berbagai alasan. Beberapa percaya bahwa mereka melindungi anak-anak mereka dari bahaya atau stigma yang terkait dengan hubungan di luar nikah.

Namun ada beberapa akibat yang nantinya akan diterima anak perempuan yang melakukan pernikahan di bawah umur, seperti kehilangan pendidikan, mengalami kehamilan dini, kekurangan gizi, kekerasan dalam rumah tangga, dan komplikasi kehamilan. Bagi keluarga yang mengalami kesulitan keuangan, pernikahan anak di bawah umur akan mengurangi beban ekonomi mereka, tapi pada akhirnya akan membuat anak perempuan lebih sulit untuk memperoleh kemandirian secara finansial tanpa pendidikan.

Pada tahun 2017, UNICEF melaporkan ada sekitar 700 juta perempuan diseluruh dunia yang menikah saat masih anak-anak. Di sub-Sahara Afrika, sekitar 4 dari 10 anak perempuan menikah di bawah usia 18 tahun dan Asia Selatan memiliki tingkat pernikahan di bawah umur tertinggi dengan total 30 persen.

Menstruasi

Hambatan pendidikan yang dialami anak perempuan di seluruh dunia
Produk menstruasi/Foto: Freepik.com/olik84

Menstruasi yang sudah pasti dialami anak perempuan yang telah mengalami pubertas, rupanya menjadi stigma di beberapa negara. Di Nepal misalnya, anak perempuan yang mengalami menstruasi dianggap tidak suci oleh komunitasnya dan diasingkan ke tempat tersendiri sampai siklus menstruasi selesai. Tidak hanya itu, beberapa anak perempuan di beberapa negara juga terpaksa membolos saat menstruasi karena tidak mampu membeli produk sanitasi dan tidak memiliki akses ke air bersih untuk menjaga kebersihan diri.

Ketika sekolah tidak memiliki kamar mandi terpisah, anak perempuan terpaksa tinggal di rumah ketika menstruasi untuk menghindari pelecehan. Anak perempuan berkebutuhan khusus dan disabilitas tidak memiliki akses ke fasilitas dan sumber daya yang mereka butuhkan untuk kebersihan saat menstruasi.

Anak Perempuan Lebih Sering Habiskan Waktu untuk Pekerjaan Rumah Tangga

Hambatan pendidikan yang dialami anak perempuan di seluruh dunia/Foto: Unsplash.com/Nikhita S

Pekerjaan Rumah Tangga

Hambatan pendidikan yang dialami anak perempuan di seluruh dunia
Ilustrasi pekerjaan rumah tangga/Foto: Freepik.com/Racool_studio

Di seluruh dunia, anak perempuan menghabiskan 40 persen lebih banyak waktu mereka untuk melakukan pekerjaan rumah tangga dibandingkan anak laki-laki. Beberapa dari tugas ini menempatkan anak perempuan dalam bahaya menghadapi kekerasan seksual.

Di Burkina Faso, Yaman, dan Somalia, anak perempuan berusia antara 10 sampai 14 tahun menanggung beban pekerjaan rumah tangga yang paling tidak proporsional dibandingkan dengan anak laki-laki. Di Somalia, anak perempuan menghabiskan waktu paling banyak di dunia untuk pekerjaan rumah tangga dengan rata-rata 26 jam setiap minggu.

Kekerasan Berbasis Gender

Hambatan pendidikan yang dialami anak perempuan di seluruh dunia
Ilustrasi stereotip gender/Foto: Freepik.com

Kekerasan berbasis gender dapat terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk pelecehan fisik dan seksual, serta intimidasi. Bertahan dari pemerkosaan, pemaksaan, diskriminasi, dan jenis pelecehan lainnya memengaruhi prestasi anak perempuan hingga meningkatkan tingkat ketidakhadiran dan putus sekolah.

Diperkirakan 246 juta anak perempuan dilecehkan dalam perjalanan mereka ke sekolah setiap tahun. Tanzania menemukan bahwa 1 dari 4 anak perempuan yang mengalami kekerasan seksual melaporkan kejadian tersebut saat dalam perjalanan berangkat atau pulang dari sekolah. Karena hal ini, orangtua cenderung tidak membiarkan anak perempuan mereka pergi ke sekolah jika mereka harus menempuh jarak jauh yang tidak aman.

Krisis dan Konflik

Hambatan pendidikan yang dialami anak perempuan di seluruh dunia
Krisis air di Afrika/Foto: Unsplash.com/Jeff Ackley

Anak perempuan dan perempuan di daerah yang terkena dampak konflik dan krisis menghadapi lebih banyak hambatan untuk bersekolah. Diperkirakan 39 juta anak perempuan dan remaja perempuan di negara-negara yang terkena dampak konflik bersenjata dan bencana alam, kekurangan akses ke pendidikan berkualitas.

Di Sudan Selatan, sekitar 72 persen anak perempuan usia sekolah dasar tidak bersekolah. Demikian pula di Afganistan, sekitar 70 persen dari 3,5 juta anak yang putus sekolah adalah perempuan. Tanpa pendidikan, anak perempuan kekurangan keterampilan yang mereka butuhkan untuk mengatasi krisis dan membantu membangun kembali komunitas mereka.

Perdagangan Manusia

Hambatan pendidikan yang dialami anak perempuan di seluruh dunia
Ilustrasi/Foto: Unsplash.com/Jessica Modi

Jumlah anak perempuan yang dilaporkan menjadi korban perdagangan manusia terus meningkat. Dari semua korban perdagangan manusia yang dilaporkan secara global pada tahun 2016, sekitar 23 persen korbannya adalah anak perempuan. Pelaku perdagangan manusia mengeksploitasi paksa anak perempuan untuk kerja paksa dan sebagian besar didorong ke dalam eksploitasi seksual.

Perempuan dan anak perempuan yang diperdagangkan menghadapi tingginya tingkat kekerasan fisik dan seksual, serta masalah kesehatan mental dan fisik. Bentuk pelecehan ini menempatkan anak perempuan terjebak dalam siklus kemiskinan dan perbudakan yang menghentikan mereka untuk menerima pendidikan.

Anak-anak yang hidup dalam kemiskinan menghadapi banyak hambatan untuk mendapatkan pendidikan dan risikonya sangat tinggi bagi anak perempuan. Oleh sebab itu, UNICEF memprioritaskan prakarsa pendidikan menengah perempuan yang mengatasi norma gender yang diskriminatif dan menangani manajemen kebersihan menstruasi di sekolah.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE