Harga kedelai yang melambung tinggi menjadi sorotan belakangan ini. Menurut pemerintah, salah satu penyebab harga kedelai naik karena ternak babi di Cina. Pernyataan ini kemudian menjadi sorotan berbagai pihak.
Namun, Anthony Budiawan, Political Economic and Policy Studies (PEPS), mencoba meluruskan pernyataan dari Kementerian Perdagangan. Menurutnya itu hanya kesalahpahaman, sebab tidak ada korelasi antara naiknya harga kedelai internasional dengan ternak babi di Cina. Menurutnya, kementerian gagal paham soal ini.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa tingginya harga kedelai akibat kebijakan moneter global menerapkan moneter inflationary, sehingga memicu inflasi terhadap harga komoditas.
"Menurut saya pernyataan itu memang salah. Ngawur gitu! Itu tidak ada hubungannya. Kita lihat dari 2012 hingga 2018 malah itu selama 5 tahun itu permintaan kedelai di China itu meningkat tetapi harga kedelai malah turun. Konsumsi (kedelai) untuk babi tahun ini sudah mulai turun," jelas Anthony.
Anthony juga kembali mengingatkan bahwa kenaikan harga sembako bukan hanya kedelai saja, tetapi juga terjadi pada minyak, minyak goreng sawit, dan harga batu bara itu semua naik. Menurutnya, bukan masalah permintaan dunia yang naik.
"Sebentar lagi harga komoditas kalau kebijakan Amerika Serikat menaikkan suku bunga karena mereka sudah inflasi 7% 2021 dan kebijakan moneter di AS memulihkan kondisi ini. Maka harga komoditas bisa turun, seperti pada saat 2012," imbuh Anthony.
Agar harga kedelai di Indonesia kembali normal, Anthony memberikan sebuah solusi pada pemerintah. Apa saran dari Anthony tersebut? Selanjutnya BACA DI SINI, ya, Beauties.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!