Cerita Pilu di Gaza: RS Kehabisan Anestesi, Pasien Berjuang Lawan Rasa Sakit dengan Baca Al-Quran!
Serangan Israel masih tak kunjung usai, walau korban rakyat Palestina telah mencapai puluhan ribu orang. Mengutip CNN Indonesia, pada Selasa (14/11), korban yang tewas telah mencapai 11.320 orang.
Sementara itu, korban luka-luka pun telah mencapai puluhan ribu orang dan butuh penanganan. Sayangnya, di tengah kondisi perang seperti ini, pihak rumah sakit di Gaza mengalami kendala besar saat membantu korban. Yakni, obat anestesi untuk operasi langka.
Anak Kecil Gaza Menjerit Kesakitan Saat Jalani Operasi
Ilustrasi anak di Gaza/Foto: REUTERS/Ibraheem Abu Mustafa
Melansir Reuters.com, Rumah Sakit Al Shifa di Kota Gaza telah kehabisan obat bius sejak perang dimulai sebulan yang lalu. Perawat Abu Emad Hassanein, bercerita tentang momen terburuk yang diingatnya saat menghadapi banyak korban akibat perang.
Ia bercerita tentang salah satu gadis kecil yang menangis kesakitan dan berteriak "Mama" saat perawat menjahit luka di kepalanya.
Cara ini mau tak mau tetap dilakukan agar mereka tetap mendapatkan penanganan. Kadang-kadang, para korban juga diberi kain kasa untuk digigit demi mengurangi rasa sakit.
“Kadang-kadang kami memberi beberapa di antaranya kain kasa steril (untuk digigit) untuk mengurangi rasa sakitnya,” kata Hassanein.
“Kami tahu bahwa rasa sakit yang mereka rasakan lebih dari yang dibayangkan orang, melebihi apa yang dialami orang seusia mereka,” katanya, mengacu pada anak-anak seperti gadis yang mengalami luka di kepala.
Pria Paruh Baya Membaca Al-Quran Saat Jalani Operasi
Ilustrasi dokter operasi/Foto: Instagram.com/eye.on.palestine
Di samping itu, Nemer Abu Thair, korban lainnya membagikan cerita saat ia harus menjalani operasi tanpa anestesi. Pria paruh baya ini mendapatkan luka di punggung akibat serangan udara. Ia bercerita, saat menjalani operasi tak henti membaca Al-Qur'an.
“Saya terus mengaji sampai mereka selesai,” ujarnya.
Tak Ada Pilihan Lain, Selain Operasi Tanpa Obat Memadai
Ilustrasi rumah sakit di Gaza/Foto: Reuters
Mohammad Abu Selmeyah, direktur Rumah Sakit Al Shifa, mengatakan ketika sejumlah besar orang yang terluka dibawa ke rumah sakit pada saat yang bersamaan, tidak ada pilihan selain merawat para korban di lantai dan tanpa obat pereda nyeri yang memadai.
Ia lalu mencontohkan kejadian sesaat setelah ledakan di Rumah Sakit Al Ahli Arab pada 17 Oktober. Ketika sekitar 250 orang terluka tiba di Al Shifa, RS hanya ada 12 ruang operasi yang tersedia.
“Jika kami menunggu untuk mengoperasi mereka satu per satu, kami akan kehilangan banyak korban luka,” kata Abu Selmeyah.
“Kami terpaksa melakukan operasi di lapangan dan tanpa anestesi, atau menggunakan anestesi sederhana atau obat penghilang rasa sakit yang lemah untuk menyelamatkan nyawa,” katanya.
Prosedur yang dilakukan staf Al Shifa dalam keadaan seperti itu antara lain mengamputasi anggota badan dan jari, menjahit luka serius, dan mengobati luka bakar serius, kata Abu Selmeyah tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Ia mengatakan, hal ini juga menyakitkan untuk tim medis. Mereka harus melihat para korban menderita atau kehilangan nyawanya. Namun, tim medis berusaha melakukan yang terbaik untuk meringankan rasa sakit pasien.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!