Indonesia Disebut Jadi Fatherless Country Nomor 3 Dunia, Apa Dampaknya bagi Anak?
Baru-baru ini beredar isu mengejutkan tentang Indonesia yang disebut berada di peringkat ketiga sebagai fatherless country di dunia. Miris, hal ini menunjukkan betapa minimnya peran serta ayah dalam mendampingi tumbuh kembang anak-anak Indonesia.
Bagaimana fenomena ini berkembang di Tanah Air? Apa bahayanya? Berikut ulasannya, sebagaimana dilansir dari berbagai sumber.
Apa Itu Fatherless Country?
![]() Ilustrasi Fatherless Country/Foto: Unsplash.com/Katherine Chase |
Fatherless adalah istilah bahasa Inggris yang berarti “tanpa ayah”. Ashari (2018), dalam Jurnal Psikoislamika UIN Malang, mendefinisikan konsep fatherless sebagai absennya peran ayah dalam proses pengasuhan.
Dengan demikian, bisa diartikan bahwa fatherless country adalah masyarakat, bangsa, atau negara dengan prevalensi tinggi terkait ketidakhadiran atau kurangnya peran ayah/figur pria dalam kehidupan anak/anak maupun keluarga.
Psikolog Monica Sulistiawati, MPsi, mengungkapkan bahwa kondisi fatherless tidak selalu dialami anak yatim yang ayahnya meninggal dunia. Di berbagai belahan dunia, banyak anak-anak yang secara biologis masih memiliki ayah, namun tidak merasakan kehadirannya secara signifikan.
“Fatherless itu adalah si ayah sebetulnya ada. Jadi si anak itu punya ayah, tapi kehadirannya secara fisik maupun secara psikologis itu sangat minim," ujar psikolog klinis anak dan remaja Monica Sulistiawati, MPsi, sebagaimana dilansir dari DetikHealth.
Indonesia Berada di Peringkat Ketiga Fatherless Country
![]() Ilustrasi Fatherless Country/Foto: Unsplash.com/Nuno Alberto |
Indonesia sebagai fatherless country pada dasarnya bukan isu baru. Namun pada tahun 2021 silam, sekelompok mahasiswa dari Universitas Sebelas Maret menggelar acara sosialisasi terkait pentingnya peran ayah dalam pengasuhan. Secara mengejutkan, dilansir dari laman resmi uns.ac.id, mereka mengungkap hasil penelitian tentang status Indonesia sebagai pemegang peringkat ketiga Fatherless Country di dunia.
Penyebab Anak Jadi Fatherless
![]() Ilustrasi Fatherless Country/Foto: Pexels.com/cottonbro studio |
Monica Sulistiawati, melalui detikHealth, mengungkapkan bahwa ada tiga faktor utama penyebab anak-anak alami fenomena fatherless, yaitu:
- Pernikahan jarak jauh (long distance marriage).
- Perceraian orangtua.
- Kesibukan orangtua, dalam hal ini ayah.
Selain itu, babelprov.go.id juga menyebutkan bahwa penyebab Indonesia menjadi fatherless country terbesar adalah pola patrilineal yang cukup kental di Indonesia. Sejak zaman dulu, ayah adalah pemimpin keluarga yang tugas utamanya adalah menghidupi keluarga.
Anak-Anak Tanpa Figur Ayah Berisiko Mengalami Berbagai Masalah Sosial
Ilustrasi Anak Tumbuh Tanpa Figur Ayah/Foto: Pexels.com/Анастасия Триббиани
Masyarakat beranggapan bahwa bekerja adalah hal utama dalam keluarga sehingga membebani ayah dengan urusan anak dianggap hal yang tidak pantas. Karenanya, anak dijejali pemikiran untuk tidak mengganggu waktu bekerja maupun istirahat ayah. Dalam jangka panjang, hal ini menimbulkan kesenjangan sehingga tidak ada kedekatan atau setidaknya interaksi berkualitas antara ayah dan anak.
Meski demikian, perlu digarisbawahi bahwa kewajiban mencari nafkah bukan satu-satunya alasan munculnya fenomena fatherless. Dalam banyak kasus, para ayah yang menganut patriarki tetap menolak melibatkan diri dalam pengasuhan walaupun mereka tidak bertindak sebagai pencari nafkah. Alasannya, mereka berpikir bahwa mengurus anak adalah tugas perempuan.
Bahaya Fatherless pada Perkembangan Anak
![]() Ilustrasi Peran Ayah dalam Pengasuhan/Foto: Pexels.com/namo deet |
Bukan sekedar fenomena, absennya sosok ayah akan meningkatkan banyak risiko untuk anak. Dilansir dari Fathers, berikut ini adalah sejumlah hasil penelitian terkait dampak absennya sosok ayah dalam pengasuhan.
- Berdasarkan penelitian tahun 2011, anak-anak fatherless memiliki risiko hampir 4 kali lebih tinggi hidup dalam kemiskinan setelah dewasa, diduga karena minimnya dukungan mental dari ayah dalam usaha bertahan hidup.
- Departemen Kesehatan dan Layanan Masyarakat Amerika Serikat melaporkan survei bahwa anak-anak fatherless memiliki risiko lebih besar melakukan penyalahgunaan narkoba dan alkohol.
- Hoggerth (2006) mengungkapkan bahwa anak-anak tanpa figur ayah lebih berisiko mengalami masalah terkait perilaku. Sedangkan Lancet (2003) mengungkap bahwa anak-anak fatherless lebih rentan melakukan bunuh diri, dibanding mereka yang selalu tumbuh bersama sosok ayah.
- Osborne (2007) melaporkan penelitian bahwa anak-anak yang perkembangannya didampingi sosok ayah menunjukkan prestasi pendidikan yang lebih baik daripada mereka yang tidak memiliki figur ayah.
- National Longitudinal Study of Adolescent Health memaparkan bahwa anak-anak fatherless lebih berisiko untuk melakukan tindakan kriminal dibandingkan mereka yang tumbuh bersama sosok ayah.
- Penelitian pada tahun 2005 mengungkap bahwa anak-anak tanpa figur ayah cenderung melakukan hubungan seksual tanpa kontrol di usia muda. Hal ini berdampak pada tingginya kehamilan di bawah umur dan risiko pernikahan dini.
Pentingnya Peran Ayah dalam Pengasuhan
![]() Ilustrasi Peran Ayah dalam Pengasuhan/Foto: Pexels.com/Juan Pablo Serrano Arenas |
Fenomena fatherless memang sudah berlangsung berabad-abad tanpa banyak orang mempermasalahkan. Namun penelitian terkini mengungkapkan bahwa keikutsertaan ayah dalam pengasuhan ternyata memberikan dampak yang signifikan.
Anak-anak yang didampingi sosok ayah sepanjang tumbung kembang dipercaya memiliki kepercayaan diri tinggi, mental yang kuat, serta kemampuan problem solving yang baik dibandingkan anak-anak fatherless.
"Dia nggak mudah frustasi, nggak mudah stres, kemudian dia mampu berfokus pada problem solving dibandingkan dengan emosi. Jadi ketika dia menghadapi masalah, reaksi yang diberikan, respon emosi yang diberikan, sifatnya lebih ke sementara bukan terus-menerus," tutur Monica Sulistiwati.
"Kemudian dengan problem solving yang baik dia mampu beradaptasi di lingkungan dengan lebih baik, dengan situasi-situasi yang kurang menyenangkan. Sehingga tingkat depresinya jadi lebih rendah," lanjutnya.
Berdasarkan ulasan di atas, terlihat bahwa ternyata peran ayah memang penting dalam proses tumbuh kembang anak. Karenanya, jika memang Indonesia benar-benar masuk dalam daftar fatherless country, sudah saatnya kita berubah dan menata sistem parenting demi menciptakan generasi yang lebih baik. Yuk, para ayah berkumpul!
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!




