Kisah Kartini dan 6 Sahabat Pena dari Belanda

Amoura Lingga Ranyana | Beautynesia
Jumat, 18 Apr 2025 17:00 WIB
Kisah Kartini dan 6 Sahabat Pena dari Belanda
RA Kartini/Foto: wikipedia.org

Bayangkan seorang gadis muda di Jepara pada masa Hindia Belanda, yang kita kenal dengan Kartini, duduk di meja kayu sederhana sembari menulis surat dengan tinta dan pena. Di sekelilingnya, suasana sunyi, hanya suara alam dan pikirannya yang terus bergejolak. 

Kartini adalah seorang bangsawan Jawa yang jiwanya tak bisa dikekang oleh tembok pingitan. Dunia di luar sana memanggilnya dan beliau menginginkan kebebasan, hingga satu-satunya cara untuk menjangkaunya adalah lewat kata-kata.

Melalui surat, Kartini menjalin ikatan tak biasa dengan para sahabat pena. Mereka tak hanya teman surat-menyurat, tapi juga tempat bagi Kartini mencurahkan cita-cita, keresahan, bahkan luka-lukanya. Siapa saja mereka? Melansir dari detikEdu, berikut ini nama-nama sahabat pena Kartini yang berdarah Belanda.

1. Stella, Sang Sahabat Seperjuangan

Hubungan Kartini dan Estella “Stella” Zeehandelaar dimulai dari halaman sebuah majalah Belanda bernama De Hollandsche Lelie. Pertemuannya pada 8 April 1899 menjadi awal persahabatan mereka dalam misi yang sama.

Stella adalah feminis keturunan Yahudi, politisi di Partai Sosialis Belanda, dan penulis tangguh dari Negeri Kincir Angin. Saat Kartini menulis surat pertamanya kepadanya, ia membuka pintu pada dunia yang selama ini hanya bisa ia impikan, dunia di mana perempuan bisa bicara, berpikir, dan bermimpi setara dengan pria. Dengan Stella, Kartini berbicara tentang harapan untuk para perempuan di tanah Jawa.

2. Pieter Sijthoff, Penolong dari Balik Kursi Pemerintahan

Pieter bukan hanya Presiden Jepara saat itu, tapi juga seseorang yang melihat potensi besar dalam diri Kartini. Ia mendorong agar Kartini bisa lepas dari pingitan keluarganya, sebuah tindakan yang berani di masa itu.

Tanpa dukungan Pieter, mungkin dunia tak akan pernah mengenal Kartini seperti sekarang. Dalam diam, ia adalah salah satu alasan Kartini bisa mengirim surat dan belajar lebih luas.

3. Henri Van Kol, Pengamat Sosial Ekonomi Hindia Belanda 

Henri adalah seorang insinyur Belanda yang telah lama tinggal dan bekerja selama 16 tahun di Jawa. Pada tahun 1902, ia kembali ke Hindia Belanda untuk meneliti kondisi sosial-ekonomi masyarakat. 

Dalam surat-suratnya, Kartini berdialog dengannya tentang keadilan, kemiskinan, dan harapannya untuk masa depan bangsanya. Henri bukan sekadar sahabat pena, tapi juga penampung gagasan Kartini yang penuh kritik dan refleksi sosial.

4. Rosa Abendanon, Mengabadikan Suara Kartini

Sahabat Pena Kartini, Jacques Henri Abendanon dan Rosa Manuela Mandri di Belanda/Foto: Leiden University Libraries, Digital Collections (KITLV 15502)Sahabat Pena Kartini, Jacques Henri Abendanon dan Rosa Manuela Mandri di Belanda/Foto: Leiden University Libraries, Digital Collections (KITLV 15502)

Ketika Kartini bertemu Rosa di Jepara, ia menemukan sosok yang hangat, penuh kasih, dan bisa menjadi tempatnya bercerita. Rosa dianggapnya seperti ibu sendiri. 

Kepadanya, Kartini menulis dengan jujur, tentang kesedihan, keraguan, dan rasa ingin terbang tinggi. Suami Rosa, Jacques Abendanon, mengumpulkan surat-surat Kartini dan menerbitkannya menjadi buku legendaris: Door Duisternis tot Licht atau yang kita kenal dengan buku Habis Gelap Terbitlah Terang.

5. Marie Ovink-Soer, Gerbang Menuju Dunia Barat

Marie adalah istri Asisten Residen Jepara. Lewat dirinya, Kartini dan adik-adiknya mengenal budaya Barat. Bersama Marie, Kartini merasa lebih bebas untuk berbicara, sesuatu yang sering kali sulit ia lakukan di tengah tuntutan adat Jawa.

Bersama Marie, ide-ide besar tentang pendidikan dan kebebasan tumbuh seperti bunga liar yang tak bisa dipangkas.

6. Hilda de Booy, Persahabatan yang Tak Terduga

Kartini bertemu Hilda dalam sebuah undangan resmi ke Bogor. Hilda adalah istri seorang opsir laut dan ajudan Gubernur Jenderal. Pertemuan singkat itu berbuah surat-menyurat yang bertahan lama. Di balik formalitas kolonial, ada percakapan hangat yang mengalir antara dua perempuan dari dunia yang sangat berbeda.

Kartini menulis bukan hanya untuk berbagi cerita, tapi untuk menyalakan obor perjuangan. Obor itu menyala hingga kini, tak padam oleh zaman. Dari Jepara, beliau menjalin jembatan ke dunia luar melalui sahabat pena yang bisa menerima, menjawab, dan percaya pada mimpinya.

Kini, lebih dari seabad kemudian, kita masih bisa membaca surat-surat Kartini. Di setiap kalimatnya, suara Kartini tak pernah benar-benar hilang dan menjadi pengingat bagi kita bahwa perjuangan memberdayakan perempuan masih terus berlanjut.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
CERITA YUK!
Theme of The Month :

Theme of The Month :

Theme of The Month :

Theme of The Month :

Theme of The Month :

Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE