
Kisah Cinta RA Kartini, Pahlawan Perempuan yang Memperjuangkan Emansipasi di Tengah Keterbatasan

Nama Raden Ajeng Kartini tentu tidak asing lagi di ruang dengar seluruh masyarakat Indonesia. Kartini adalah pahlawan nasional yang dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan Nusantara.
Jasa Kartini yang besar dalam memperjuangkan hak perempuan membuat namanya dikenang sebagai salah satu pahlawan perempuan Indonesia. Perjuangannya untuk mengangkat derajat kaumnya ini bahkan tidak berhenti sekalipun dirinya sudah terikat status pernikahan.
Beginilah kisah cinta dari RA Kartini, salah satu pahlawan berjasa yang memperjuangkan hak-hak perempuan di Indonesia.
Terpaksa Menikah
![]() Ilustrasi pernikahan/Foto: Pexels/Danu Hidayatur Rahman |
Kartini lahir dari pernikahan sang ayah, Raden Mas Adipati Sosroningrat dan ibunya, M.A. Ngasirah. Selain merupakan keturunan ningrat, ayah dari Kartini juga dikenal sebagai Bupati Jepara.
Ayahnya ini pulalah yang menerima lamaran dari K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, seorang Bupati Rembang yang merupakan duda beristri dua, beranak tujuh, dan memiliki usia yang terpaut jauh dengan Kartini.
Kartini yang pada saat itu masih berusia 24 tahun terpaksa menikah dan dipoligami karena tuntutan dari berbagai keadaan, mulai dari masyarakat yang melabelinya dengan cap perawan tua karena tak kunjung menikah hingga bentuk rasa hormat dan baktinya pada sang ayah yang saat itu sudah mulai sakit-sakitan.
Suami yang Mendukung Perjuangannya
![]() |
Beruntung, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat merupakan sosok suami yang sangat baik dan mendukung perjuangan Kartini untuk memajukan pemikiran dan memerdekakan kaum perempuan lewat pendidikan.
Beliau memenuhi seluruh syarat yang diminta Kartini sebelum menikah dengannya pada 8 November 1903. Syarat itu meliputi penolakan Kartini untuk menjalani adat dari prosesi pernikahan yang mengharuskannya mengenakan baju pengantin dan berjalan sambil berlutut untuk mencium kaki suaminya.
Syarat berikutnya yang harus dipenuhi oleh K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat adalah tidak boleh menghalangi Kartini untuk membuka sekolah dan tetap bekerja sebagai pengajar seperti yang telah ia rintis sebelumnya di Jepara.
Sekolah perempuan tersebut akhirnya didirikan di arah timur pintu gerbang dari gedung Kantor Kabupaten Rembang. Kini, bangunan tersebut telah beralih fungsi dan digunakan sebagai Gedung Pramuka.
Tutup Usia Usai Melahirkan Putranya
![]() Ilustrasi bayi/Foto: Pexels/kelvin octa |
Hari-hari setelah pernikahan Kartini diisi dengan kesibukannya sebagai seorang istri dan ibu dari anak-anak tirinya. Apalagi Kartini juga tengah bersiap untuk melahirkan putra yang dikandungnya. Meskipun begitu, dalam suratnya, Kartini mengaku merasa bahagia menjalani peran barunya tersebut.
Kartini melahirkan sang putra pada 13 September 1904. Sayangnya, beliau meninggal empat hari setelah melahirkan akibat kondisi kesehatannya yang menurun drastis secara tiba-tiba. Pahlawan perempuan yang memperjuangkan hak-hak kaumnya meskipun dibatasi oleh banyak aturan ini menutup mata di usia 25 tahun.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!