Marak Kekerasan Seksual, Hadirnya UU TPKS Pastikan Tidak Ada Kasus yang Diselesaikan secara 'Damai'

Nadya Quamila | Beautynesia
Selasa, 25 Jul 2023 17:00 WIB
Marak Kekerasan Seksual, Hadirnya UU TPKS Pastikan Tidak Ada Kasus yang Diselesaikan secara 'Damai'
Marak Kekerasan Seksual, Hadirnya UU TPKS Pastikan Tidak Ada Kasus yang Diselesaikan secara 'Damai'/Foto: Getty Images/iStockphoto/Serghei Turcanu

Kasus kekerasan seksual, sayangnya, masih menjadi isu yang memprihatinkan di Tanah Air. Layaknya fenomena gunung es, kasus kekerasan seksual yang terjadi lebih tinggi daripada yang dilaporkan.

Korban kekerasan seksual sering kali enggan melaporkan kekerasan yang dialaminya. Ya, bagi korban, berani bersuara, melapor, hingga memperjuangkan keadilan bagi dirinya bukan hal yang mudah untuk dilakukan, meskipun itu adalah haknya.

Ada berbagai faktor yang menyebabkan korban enggan untuk melapor. Menurut Deputi Bidang Perlindungan Perempuan Kementerian PPPA RI Ratna Susianawati, salah satu faktor penyebab korban sulit melapor adalah stigma yang beredar di masyarakat. 

Korban dianggap sebagai sosok yang 'kotor' hingga memalukan jika alami kekerasan seksual. Padahal, korban adalah korban, dan yang seharusnya menanggung rasa malu hingga sanksi sosial adalah pelaku, bukan sebaliknya.

young adult hiding behing a piece of paper that says Ilustrasi/ Foto: Getty Images/CareyHope

"Memastikan korban kekerasan untuk berani berbicara itu nggak mudah, karena masyarakat masih menganggap hal ini tabu," tutur Ratna dalam acara "Memahami Undang-Undang TPKS" di RRI Jakarta, Selasa (18/7).

Tak hanya soal tabu dan stigma yang masih beredar di masyarakat, adanya ketimpangan relasi kuasa juga menjadi penyebab mengapa korban sulit melapor. Sebagai informasi, ketimpangan relasi kuasa adalah ketika seseorang yang memegang kuasa yang lebih dan menggunakan kuasa itu untuk memanipulasi dan menyakiti dan melecehkan orang yang dianggap lebih lemah.

"Persoalan relasi kuasa, masih menempatkan perempuan itu kalau misalnya menjadi korban, ya udah, dianggap hal yang biasa, nggak usah disuruh lapor, toh ntar juga selesai sendiri. Anggapan ini masih banyak beredar di masyarakat," tutur Ratna.

Hadirnya UU TPKS Pastikan Tidak Ada Kasus yang Diselesaikan Secara 'Damai'

HELP, Teenager with help sign. girl holding a paper with the inscription. Homeless person with help sign. teenage girl in casual clothes holding sheet of paper. Girl holding sheet of paper with word HELP on grey wall backgroundIlustrasi/ Foto: Getty Images/iStockphoto/dragana991

Ada banyak kasus kekerasan seksual yang sering kali berakhir pada penyelesaian secara damai. Hal ini, tentu, merugikan pihak korban karena tidak mendapatkan keadilan.

Namun, dengan hadirnya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), maka dipastikan penyelesaian kasus kekerasan seksual secara damai tidak akan terjadi.

"UU TPKS ini memastikan tidak ada restorative justice, nggak ada ampun [bagi pelaku] dari UU ini, yang namanya pelaku dan korban berdamai, itu nggak ada," ungkap Ratna.

Sebagai informasi, restorative justice adalah satu dari sekian pendekatan di dunia hukum untuk mengurangi kejahatan. Bisa dikatakan sebagai jalur damai bagi terdakwa atas kerelaan korban, dikutip dari detikcom.

Bentuk Kekerasan Seksual Menurut UU TPKS

Teen boy protects himself with his hand in the palm of his inscription

Marak Kekerasan Seksual, Hadirnya UU TPKS Pastikan Tidak Ada Kasus yang Diselesaikan secara 'Damai'/Foto: Getty Images/iStockphoto/Serghei Turcanu

Kurangnya Edukasi soal Bentuk Kekerasan Seksual

A teenager protects himself with a hand with the inscription Ilustrasi/ Foto: Getty Images/iStockphoto/Serghei Turcanu

Meskipun kasus kekerasan seksual marak terjadi, di sisi lain, pemahaman masyarakat akan apa itu kekerasan seksual beserta bentuknya masih sangat rendah.

Menurut pengalaman dan pengamatan aktivis dan seniman Melanie Subono, anak-anak muda jaman sekarang terkadang tidak paham jika mereka ternyata sedang mengalami kekerasan.

"Anak-anak jaman sekarang, banyak dari mereka terkadang tidak paham kalo mereka sedang mengalami kekerasan seksual. Misalnya kayak, 'Oh, sebenarnya apa yang cowok gue lakukan, ini nggak boleh, ini bukan cinta, tapi kekerasan seksual', masih banyak yang belum paham itu," ungkap Melanie di kesempatan yang sama.

Oleh karena itu, menurut Melanie, langkah awal untuk membantu memberantas kasus kekerasan seksual adalah dengan mengajarkan dan mensosialisasikan apa itu kekerasan seksual dan bentuk-bentuknya.

"Penitng untuk mengajarka dulu, mensosialisasikan dulu ke orang-orang, apa itu kekerasan seksual, jika jadi korban apa yang harus dilakukan, salah nggak, sih, kalau melapor jika alami kekerasan seksual? Perhatikan juga hak-hak korban, korban punya hak untuk melapor," tuturnya.

Bentuk Kekerasan Seksual Menurut UU TPKS

Ilustrasi pelecehan seksual (Foto: Unsplash/Danie Franco)Ilustrasi/Foto: Unsplash/Danie Franco

Sebenarnya, apa itu kekerasan seksual?

Menurut Permendikbudristek, kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman dan optimal.

Ada sembilan jenis kekerasan seksual yang diatur dalam UU TPKS. 

Berdasarkan Pasal 4 Ayat (1), Tindak Pidana Kekerasan Seksual terdiri dari:

(1) Tindak Pidana Kekerasan Seksual terdiri atas:
a. pelecehan seksual nonfisik;
b. pelecehan seksual fisik;
c. pemaksaan kontrasepsi;
d. pemaksaan sterilisasi;
e. pemaksaan perkawinan;
f. penyiksaan seksual;
g. eksploitasi seksual;
h. perbudakan seksual; dan
i. kekerasan seksual berbasis elektronik.

(2) Selain Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tindak Pidana Kekerasan Seksual juga meliputi:
a. perkosaan;
b. perbuatan cabul;
c. persetubuhan terhadap Anak, perbuatan cabul terhadap Anak, dan/atau eksploitasi seksual terhadap Anak;
d. perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak Korban;
e. pornografi yang melibatkan Anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual;
f. pemaksaan pelacuran;
g. tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual;
h. kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga;
i. tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan Tindak Pidana Kekerasan Seksual; dan
j. tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE