
Memahami Fenomena "Blame the Woman", Ketika Perempuan Kerap Disalahkan Atas Berbagai Masalah

Beauties, apakah kamu pernah mendengar sindrom “blame the woman”? Seperti namanya, istilah ini merujuk pada tindakan menyudutkan dan menyalahkan perempuan atas segala hal buruk yang terjadi di masyarakat.
Walaupun terdengar asing, fenomena ini sebenarnya sudah terjadi, mungkin, sejak peradaban manusia terbentuk. Sebenarnya apa itu “blame the woman”? Apa penyebabnya? Adakah cara mengatasinya? Berikut ulasannya, sebagaimana dilansir dari berbagai sumber.
Mengenal Sindrom “Blame the Woman”
![]() Ilustrasi Sindrom Blame the Woman/Foto: Unsplash.com/DANNY G |
Sebagaimana dijelaskan di atas, “blame the woman” adalah sikap menyalahkan perempuan atas kejadian buruk yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam hal ini, tanpa memandang posisi perempuan sebagai korban, pelaku, atau bystander sekalipun, masyarakat akan beranggapan bahwa kaum Hawa adalah pihak yang bertanggung jawab atas semuanya.
Washington Post menjelaskan bahwa ciri utama dari sindrom ini adalah anggapan bahwa perempuan memiliki kekuatan yang sangat besar, di mana perempuan dianalogikan sebagai Wonder Woman vs Wonder Witch. Penyebutan Wonder Woman akan muncul jika perempuan melakukan hebat dan bersinar. Namun jika ada sedikit saja masalah, maka citranya akan turun drastis menjadi Wonder Witch.
Apapun kondisinya, Wonder Witch akan menghadapi kritik tajam tanpa ampun karena dianggap melalaikan perannya. Bahkan yang lebih ekstrim, masyarakat kerap menuding perempuan bersalah karena tidak bertindak apapun untuk mencegah kejadian buruk. Padahal, dalam berbagai kasus, sekalipun perempuan telah bertindak sekuat tenaga, mereka akan tetap dianggap salah saat usahanya gagal.
Fenomena “Blame the Woman”: Ketika Perempuan Dianggap “Jahat”
![]() Ilustrasi Sindrom Blame the Woman/Foto: Unsplash.com/Ahtziri Lagarde |
Salah satu contoh fenomena “blame the woman” terjadi ketika Will Smith memukul Chris Rock pada tahun 2022 karena melontarkan lelucon tentang istrinya, Jada Pinkett Smith. Nyatanya, publik lebih bersimpati pada Rock sebagai korban, kemudian menganggap Jada Pinkett provokator suaminya untuk melakukan pemukulan.
Washington Post juga mencatat kasus Shirley Draper yang dinyatakan bersalah karena kematian dua anak perempuannya. Kesalahannya adalah dia dianggap lalai sehingga tidak mencegah saat suaminya yang sedang mabuk membawa anak-anak itu ke dalam mobil.
Kasus lainnya, seorang perempuan bernama Sandy Peacock dari Baltimore meninggal akibat pembunuhan oleh suaminya sendiri. Namun hakim memberikan hukuman ringan pada pelaku karena alasan pembunuhan itu adalah korban telah berselingkuh. Putusan hakim seolah mengisyaratkan bahwa korban memang layak untuk dibunuh.