Menilik Kasus Perundungan di Tasikmalaya, Bagaimana Hukuman yang Tepat Bagi Anak Pelaku Bullying?

Nadya Quamila | Beautynesia
Rabu, 27 Jul 2022 11:00 WIB
Foto: Getty Images/iStockphoto/kieferpix

Kasus bullying yang menimpa anak SD berusia 11 tahun di Tasikmalaya hingga meninggal dunia menorehkan luka mendalam tidak hanya bagi keluarga korban, namun juga masyarakat Indonesia. Mirisnya lagi, video perundungan tersebut disebarkan oleh pelaku dan menjadi viral di media sosial. Perundungan diduga dilakukan oleh tiga orang anak. 

Banyak pihak yang geram dengan kasus bullying tersebut. Banyak pula yang meminta agar para pelaku tidak dibiarkan lolos begitu saja dan dijerat hukum. Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya sendiri sudah melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian. Saat ini, polisi telah menetapkan tiga orang jadi tersangka aksi perundungan di Tasikmalaya.

Namun, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum sempat mengungkapkan bahwa ia berharap kasus bullying ini dapat berakhir damai dan tidak perlu dibawa ke meja hijau. Berbeda dengan pendapat Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang mengutuk keras atas kejadian bullying yang menimpa anak di Tasikmalaya serta harus ada hukuman yang membuat pelaku jera.

Lantas, sebenarnya bagaimana penanganan yang tepat bagi anak pelaku bullying dalam kasus ini?

Ilustrasi bullying/ Foto: Getty Images/iStockphoto/AlexLinch

Menurut psikolog Intan Erlita, hukuman perlu diberikan bagi anak pelaku bullying, namun bentuk hukuman tersebut yang mendidik dan dapat memberikan efek jera. Sehingga, pelaku menyadari bahwa apa yang mereka lakukan salah dan tidak akan mengulanginya lagi. 

"Untuk kasus ini dan bullying lainnya, boleh nggak, sih, diselesaikan secara kekeluargaan? Kekeluargaan, sih, silakan aja, tapi hukum harus terus berjalan. Karena ini yang dilakukan sudah sangat kelewatan dan mengorbankan nyawa. Jadi pelaku perlu nggak dihukum? Perlu," ungkap psikolog Intan Erlita saat dihubungi Beautynesia pada Selasa, (26/7).

Masih ada yang menilai dan menganggap bahwa karena pelakunya masih anak-anak atau di bawah umur, maka jalur damai tanpa hukuman bisa ditempuh. Namun justru karena masih anak-anak, menurut Intan, mereka harus tahu bahwa apa yang mereka lakukan adalah sebuah kesalahan.

"Walaupun dia masih anak-anak, justru karena masih anak-anak mereka harus tahu bahwa apa yang mereka lakukan sebuah kesalahan dan mereka harus dihukum, namun hukumannya yang mendidik. Hukumannya yang membuat mereka jera dan menyadari bahwa apa yang mereka lakukan itu salah sehingga mereka tidak mau melakukan lagi," tuturnya.

Ilustrasi korban/ Foto: Getty Images/markgoddard

Intan juga menekankan bahwa orangtua pelaku juga tentu harus bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan sang anak. Sebab, anak-anak yang masih di bawah umur seharusnya masih berada di bawah pengawasan orangtuanya.

"Kenapa orangtua pelaku harus bertanggung jawab, karena yang melakukan anak-anak di bawah umur, yang seharusnya masih di bawah pengawasan orangtuanya. Pertanyaannya orangtuanya ke mana? Kok sampai si anak berbuat begitu jahat sama temannya, kok orangtuanya tidak menyadari ini. Ini kan yang perlu dipahami," paparnya.

Menurut Intan, jika setiap kasus bullying di mana anak sebagai pelaku, selalu diselesaikan dengan kekeluargaan atau jalur damai tanpa adanya hukuman yang memberi efek jera, bisa jadi sangat berbahaya ke depannya.

Walaupun misalnya ditempuh penyelesaian secara kekeluargaan, bukan berarti melupakan tindakan yang telah dilakukan pelaku. Jika hanya dimaafkan lalu dilupakan, berpotensi menghadirkan pelaku-pelaku bullying lainnya dan mungkin bisa lebih parah dan menyimpang.

"Kalau pelaku setiap lihat berita bullying yang terjadi bisa diselesaikan dengan kekeluargaan, maka mindset dia 'oh tenang aja, minta maaf, orangtua gue ngomong aman aja'. Bisa makin petantang-pententeng. Kalau penanganan bullying ini tidak tepat, pelaku akan jadi semakin pelaku, yang sebenarnya mereka juga adalah korban. Karena mungkin mereka tidak mendapatkan kasih sayang yang tepat sehingga berperilaku seperti ini dan akan jadi bumerang bagi pelaku suatu saat," ungkapnya.

Ilustrasi korban/ Foto: Getty Images/ljubaphoto

Sementara itu Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati mengatakan bahwa kasus bullying terhadap anak yang terjadi di Tasikmalaya merupakan alarm bagi semua pihak untuk terus mendidik anak agar dapat menghargai satu sama lain, menyayangi, dan tidak melakukan tindakan yang dapat berakibat fatal bagi orang lain.

"Saya kira proses hukum berjalan, jika memang nanti secara usia adalah tindakan atau pengembalian ke orangtua kita turuti, tapi prinsipnya rehabilitasi orangtua juga diperlukan agar proses rehabilitasi anaknya optimal," ungkapnya saat dihubungi Beautynesia pada Senin (25/7).

Rita menekankan bahwa rehabilitasi yang dilakukan tidak hanya kepada anak sebagai pelaku, namun juga kepada orangtua pelaku.

"Prinsipnya kalau dalam kasus ini menyebabkan kematian ya, jadi ya ada proses hukum. Meskipun kita memahami sebenarnya pelaku juga adalah korban, jadi rehab kesemuanya adalah hal yang penting. Sekaligus juga rehab itu tidak hanya kepada anak, tapi kepada orangtua. Ini yang perlu diperhatikan karena kita ikut pada aturan yang berlaku, yaitu undang-undang sistem peradilan pidana anak," tutupnya.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Loading ...