Sering Disepelekan, Kenali Fenomena Toxic Feminity yang Membatasi Ruang Gerak Perempuan dan Cara Mengatasinya!
Beauties, kamu mungkin pernah mendengar kalimat-kalimat semacam ini, “Hidupmu belum lengkap, deh, kalau belum punya anak.” atau, “Masa perempuan bodynya lurus aja, sih! Real women have curves!” atau yang satu ini, “Jangan terlalu pintar dan mandiri, nanti cowok takut!”.
Beauties, kamu mungkin pernah mendengar kata-kata di atas yang seringkali mendiskriminasi hingga menyalahkan perempuan lain. Well, hal itu disebut dengan toxic feminity. Kamu pernah dengar dengan istilah ini? Yuk cari tahu lebih banyak soal toxic feminity yang harus segera diberantas ini!
Apa Itu Toxic Feminity?
![]() Penjelasan Toxic Feminity/Foto: pexels.com/Los Muertos Crew |
Dikutip dari Very Well Mind, toxic femininity mencakup pikiran dan tindakan yang merugikan orang lain. Toxic feminity adalah istilah luas yang mengacu pada definisi kewanitaan yang kaku dan represif, termasuk tekanan yang dihadapi perempuan untuk membatasi diri pada sifat dan karakteristik feminin yang stereotip.
Toxic feminity juga mengacu pada kepatuhan terhadap biner gender untuk menerima nilai bersyarat dalam masyarakat patriarki. Ini adalah konsep yang membatasi perempuan untuk bersikap kooperatif, pasif, tunduk secara seksual, dan mendapatkan nilai mereka hanya dari kecantikan fisik. Toxic feminity berpendapat bahwa perempuan tanpa hak memilih dan ada untuk didefinisikan serta dinilai nilainya oleh perempuan dalam hidup mereka seperti ayah atau suami.
Apa Dampak dari Toxic Feminity?
![]() Dampak/Foto: pexels.com/Felicity Tai |
Toxic femininity berbahaya karena menyudutkan perempuan sebagai hal yang wajar di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Misalnya, tekanan untuk diam, tidak mempunyai hak pilih, dan tunduk dapat menyebabkan perempuan menjadi korban pelecehan atau tetap berada dalam kondisi tidak aman karena merasa berkewajiban untuk bersikap seperti itu.
Selain itu, toxic femininity di tempat kerja dapat menciptakan lingkungan kerja yang tidak bersahabat dan berdampak negatif terhadap kesehatan mental karyawan. Dengan menghalangi perempuan lain untuk mendapatkan promosi pekerjaan, toxic feminity juga menyebabkan kurangnya keragaman dalam posisi kepemimpinan.
Cara Mengatasi Toxic Feminity
![]() Women Support Women/Foto: pexels.com/Ivan Samkov |
Melawan toxic femininity bisa dilakukan dengan cara empower feminity. Misalnya mendorong sesama perempuan untuk mengidentifikasi untuk mencintai dirinya sendiri. Hal ini akan membantunya untuk membuat keputusan hidup yang sehat dan membantu perkembangan transformasionalnya.
Validasi pikiran dan perasaan seorang perempuan seperti membantu dan semangati jika ia mengalami tekanan dari toxic femininity di lingkungannya. Jika ia mendapatkan seksisme dan pelecehan, jangan toleransi dan laporkan perbuatan buruk tersebut. Misal jika terdapat pelecehan di kantor, laporkan perbuatan tersebut ke pihak manajemen.
Kenyataannya, semakin kuat dukungan sesama perempuan, semakin banyak pula perempuan yang dapat mulai memastikan lingkungannya menjadi lebih kondusif serta meningkatkan hubungan ke arah yang lebih sehat.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!


