Selama Pandemi Covid-19, Waspada Agorafobia: Gangguan Kecemasan Berupa Takut Keramaian

Raudiya Nurfadilah | Beautynesia
Rabu, 23 Jun 2021 14:00 WIB
Selama Pandemi Covid-19, Waspada Agorafobia: Gangguan Kecemasan Berupa Takut Keramaian
Agorafobia gangguan kecemasan dan menghindari tempat ramai/Pexels.com

Tak terasa sudah satu tahun lebih kita bergelut dengan pandemi Covid-19, yang kian hari kian meroket jumlah pasien positif di Indonesia. Pun entah sampai kapan situasi ini akan berakhir.

Seluruh masyarakat diimbau untuk tetap tinggal di rumah, semua aktivitas di luar ruangan pun dibatasi, serta tidak membuat kerumunan dalam jumlah yang banyak. Semua itu bertujuan agar tidak terpapar dan mengurangi penyebaran virus Covid-19. Kebanyakan orang telah menyesuaikan dan terbiasa melakukan segala aktivitas di rumah, termasuk bekerja dan sekolah yang dilakukan secara virtual.

pandemi Covid-19 juga berdampak pada kesehatan mental pada orang-orang yang memiliki gangguan kecemasan
Ilustrasi penderita agorafobia selama pandemi covid-19/Pexels.com

Sementara itu, pandemi Covid-19 juga berdampak pada kesehatan mental orang-orang yang telah memiliki gangguan kecemasan, memiliki tingkat ketakutan terhadap keramaian, atau takut untuk berinteraksi dengan orang lain, maupun orang-orang yang sebelumnya tidak memiliki gangguan (mental health issue).

“Isolasi pandemi Covid-19 tentu saja memperkuat gangguan kecemasan bagi orang-orang yang memiliki gangguan agorafobia, kecemasan perpisahan atau kecemasan sosial,” kata Jenny Yip, PsyD, psikolog klinis dan asisten profesor klinis psikiatri di Universitas of Southern California Keck School of Medicine di Los Angeles, yang dikutip dari The Healthy.

Agorafobia merupakan jenis gangguan kecemasan di mana seseorang takut dan menghindari tempat yang dapat membuatnya panik, merasa terjebak, tidak berdaya, dan malu. Biasanya mereka takut terhadap tempat-tempat yang melibatkan banyak orang, seperti di mall, saat menggunakan kendaraan umum, dan lain-lain.

“Ketika kita mengintip ke luar, sepertinya dibutuhkan lebih banyak energi untuk benar-benar keluar dan melakukan sesuatu,” ujar dr. Carole Lieberman, MD, MPH psikiater di Berverly Hills, California.

orang-orang yang menderita agorafobia sering mengalami serangan panik, seperti detak jantung yang sangat cepat dan mual
penderita agorafobia sering mengalami panik/Pexels.com

Mengutip laman Healthline, orang-orang yang menderita agorafobia sering mengalami serangan panik, seperti detak jantung yang sangat cepat dan mual ketika mereka dalam situasi yang tertekan. Gejala lain yang ditimbulkan yakni nyeri pada bagian dada, merasa pusing, sesak napas, gemetaran, berkeringat, diare, mati rasa, dan ada sensasi kesemutan.

Lalu mengapa mereka menderita agorafobia?

Ternyata ada beberapa penyebab seseorang menderita agorafobia yaitu adanya riwayat depresi, memiliki riwayat pelecehan fisik atau seksual, masalah penyalahgunaan zat, turunan atau ada anggota keluarga yang menderita agorafobia, adanya fobia lain seperti fobia sosial, dan adanya jenis lain dari gangguan kecemasan.

Untuk mengobati fobia ini dilakukan sejumlah perawatan yang berbeda karena akan membutuhkan beberapa metode perawatan.

Pada terapi penderita agorafobia akan diberi kesempatan untuk berbicara mengenai ketakutan dan masalah yang membuat takut akan keramaian
Cara mengobati agorafobia adalah terapi/Pexels.con

Terapi

Psikoterapi

Pada terapi ini penderita agorafobia akan diberi kesempatan untuk berbicara mengenai ketakutan dan masalah yang membuat takut akan keramaian. Untuk lebih maksimal, psikoterapi sering dikombinasikan dengan obat-obatan. Terapi ini dapat dihentikan jika penderita telah mampu untuk mengatasi ketakutan dan kecemasannya.

Terapi Perilaku Kognitif (CBT)

Terapi Perilaku Kognitif (CBT) yaitu bentuk psikoterapi yang paling umum dilakukan oleh penderita agorafobia, karena dapat membantu memahami perasaan dan pandangan yang berkaitan dengan agorafobia. Pada terapi ini akan diajari cara mengatasi situasi stres dengan mengganti pikiran yang negatif dengan pikiran yang sehat sehingga mendapatkan kembali rasa kendali dalam hidup.

Terapi Paparan

Terapi paparan dapat membantu dalam mengatasi ketakutan secara lembut dan perlahan dihadapkan pada situasi atau tempat yang ditakuti. Seiring berjalannya waktu, penderita agorafobia akan berkurang dalam rasa takut dan cemas.

Obat-obatan

Untuk meringankan dan membantu mengurangi gejala yang ditimbulkan ketika agorafobia menyerang yaitu obat
konsumsi obat tertentu untuk meringankan gejala/Pexels.com

Untuk meringankan dan membantu mengurangi gejala yang ditimbulkan ketika agorafobia menyerang yaitu obat inhibitor reuptake serotonin selektif seperti paroxetine (Paxil) atau fluoxetine (Prozac).

Lalu obat inhibitor reuptake serotonin dan norepinefrin selektif seperti venlafaxine (Effexor) atau duloxetine (Cymbalta), antidepresan trisiklik seperti amitriptyline (Elavil) atau nortriptyline (Pamelor), dan obat anti-kecemasan seperti alprazolam (Xanax) atau clonazepam (Klonopin). Obat-obatan ini sebaiknya hanya dapat kamu konsumsi dengan saran dan resep dokter.

Kondisi ini memang akan tampak rumit selama pandemi. Lagi pula bukankah kita seharusnya menghindari kerumunan untuk berinteraksi dengan orang banyak? Jika diperlukan, tetaplah berhati-hati dan tetap terapkan protokol kesehatan ya, Ladies!

CERITA YUK!
Theme of The Month :

Theme of The Month :

Theme of The Month :

Theme of The Month :

Theme of The Month :

Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE