Bisnis Fashion Bisa Sustainable dengan Teknologi, Gimana Caranya?
Beauties, tahukah kamu bahwa industri fashion menjadi salah satu industri penyumbang emisi karbon terbesar dunia? Sustainability selalu menjadi tantangan bisnis fashion yang sukar dihadapi. Mulai dari proses pembuatan barang fashion, distribusi, hingga penyediaan, begitu banyak limbah yang dibuang dari keseluruhan proses dalam berbagai varian, seperti limbah tekstil dari sisa kain, limbah cairan, hingga polusi udara.
Tidak sampai situ, perilaku konsumtif konsumen saat berbelanja mendorong industri untuk akselerasi produksi koleksi baru dalam jumlah besar. Lalu, bagaimana dengan pakaian yang tidak dipakai? Kemungkinan besar pakaian tersebut berakhir di tempat pembuangan––menghasilkan limbah tekstil menumpuk dan merusak ekosistem.
Memanfaatkan perilaku konsumen dengan menyuguhkan banyak variasi pakaian yang diperbarui tiap musimnya memang berimbas pada keuntungan perusahaan. Namun praktik ini tentu tidak ramah lingkungan dan tidak berkelanjutan.
Meningkatkan revenue tidak selalu dilakukan dengan meningkatkan produksi atau varian produk, tapi juga dengan mengevaluasi efektivitas praktik bisnis yang telah dilakukan dan memperbaikinya jadi lebih berkelanjutan. Berdasarkan situs Business of Fashion, peningkatan revenue bisa dilakukan dengan memperbaiki praktik bisnis yang lebih berkelanjutan.
Hal ini dikarenakan pebisnis dapat mengalokasi sumber daya agar lebih efektif dan meningkatkan lingkungan kerja. Bahkan data yang dikemas Boston Consulting Group dan Global Fashion Agenda dalam laporan 2017 mengestimasi peningkatan margin sebesar 1 - 2% di tahun 2030. Penerapan teknologi dipercaya akan membantu industri untuk mewujudkan praktik bisnis yang sustainable tersebut.
Namun, bagaimana caranya? Berikut rangkumannya.
1. Machine Learning untuk Perkiraan Permintaan
![]() Machine learning untuk demand forecasting/ Foto: pexels.com/Pixabay |
Menciptakan sustainable fashion tidak lepas dari bantuan artificial intelligence (AI) untuk meningkatkan efektivitas produksi. Untuk membuat suatu koleksi pakaian, proses diawali dengan pemahaman apa yang diinginkan konsumen.
Karena membutuhkan prediksi yang akurat, demand forecasting atau perkiraan permintaan ini bisa dilakukan menggunakan teknologi, yaitu machine learning, Beauties. Dengan mengaplikasikan machine learning, perkiraan ditentukan secara tepat sehingga produksi menjadi lebih efektif dan overproducing bisa dihindari.
2. 3D Design & Digital Sampling
![]() 3D design & digital sampling/ Foto: pexels.com/cottonbro |
Setelah mengetahui selera konsumen dengan prediksi permintaan berbasis teknologi, pebisnis bisa membuat sampel dalam bentuk digital. Desain baju virtual akan mengurangi sampah dan pemakaian kertas selama pembuatan sebuah koleksi. Begitu juga dengan produk sampel 3D yang sangat membantu mengurangi emisi karbon karena tidak membutuhkan traveling serta tidak menggunakan tekstil sesungguhnya.
Digital sampling juga tidak terbatas pada pembuatan sample produk, tapi juga ketika konsumen mencoba baju yang hendak dibeli, mereka juga bisa memanfaatkan fasilitas augmented reality (AR) untuk mencoba baju sesuai dengan ukurannya secara virtual.
3. Material Eco-Friendly
![]() Bahan alternatif yang eco-friendly/ Foto: pexels.com/Ksenia Chernaya |
Fashion teknologi juga bisa diterapkan dalam pengembangan material alternatif yang eco-friendly. Baik bahan kain maupun packaging, pemilihan material yang ramah lingkungan menjadi penting. Kain diolah melalui bioengineering menghasilkan tekstil alternatif yang ramah lingkungan, seperti berasal dari sumber berkelanjutan, awet, dan mudah terurai. Proses pengolahan kain sisa dengan recycling atau upcycling juga bisa dilakukan dengan memanfaatkan teknologi.
4. Sistem Pelacakan yang Tersentralisasi
![]() Sistem pelacakan tersentralisasi/ Foto: pexels.com/Ready Made |
Menurut laporan The State of Fashion Technology 2022 yang disuguhkan Business of Fashion & McKinsey, transparansi emisi gas karbon bisa dieksekusi dengan sistem pelacakan khusus untuk kalkulasi metrik sustainability yang tersentralisasi. Kerjasama dengan konsultan dan startup dilakukan untuk menentukan target yang mesti diperbaiki––bagian apa dari supply chain atau praktik bisnis yang harus dibuat lebih ramah lingkungan dan etis, dilanjutkan dengan merancang framework dan metrik di mana teknologi bisa ditempatkan untuk mencapainya.
Sistem pelacakan yang tersentralisasi akan memudahkan untuk mengetahui bagaimana transparansi pembuatan produk dan sumber dayanya serta perhitungan emisi yang dikeluarkan pada tiap prosesnya.
Tentu dengan banyaknya digitalisasi yang dibutuhkan, dibutuhkan energi yang banyak pula. Karena itu, memanfaatkan energi alternatif, seperti tenaga surya, bisa dikerahkan untuk memaksimalkan bisnis yang sustainable dan ramah lingkungan, Beauties.
---
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!
Pilihan Redaksi |



