
Fenomena Pelecehan Seksual di Transportasi Publik: Ketika Rasa Cemas dan Tak Aman Jadi 'Makanan' Sehari-hari

Belakangan ini masyarakat heboh dan geram soal maraknya kasus pelecehan seksual yang terjadi di transportasi publik, mulai dari kereta api, KRL hingga angkutan kota (angkot). Meskipun siapa saja bisa menjadi korban, namun tak bisa dipungkiri fakta bahwa kaum perempuan lah yang sering kali dijadikan target pelecehan seksual.
Pelecehan seksual di transportasi publik layaknya fenomena gunung es, di mana kasus yang terjadi lebih tinggi daripada yang dilaporkan.Penegakan hukum untuk menjerat pelaku pun dinilai belum memadai dan belum memihak korban.
Miris dan sangat disayangkan ketika rasa takut, cemas, tak aman, dan khawatir seakan jadi makanan perempuan sehari-hari ketika harus bepergian menggunakan transportasi publik. Tak hanya itu, terkadang orang sekitar yang menyaksikan aksi pelecehan tersebut tidak membantu, hanya diam, dan bersikap tidak ada yang terjadi. Atau ada pula pelaku yang malah 'playing victim' ketika korban berani melawan dan bersuara.
Beautynesia pun mengajak Beauties yang tergabung di grup WhatsApp komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation, untuk berdiskusi terkait pelecehan seksual di transportasi publik. Tak sedikit yang mengaku pernah mengalami pelecehan seksual, seperti di KRL dan angkot.Â
Ada yang mengaku hanya bisa terdiam dan bingung usai mengalami pelecehan. Namun ada pula Beauties yang berani melawan dan berusaha melindungi diri.
![]() |
![]() |
Tim Beautynesia pun kemudian mewawancara beberapa Beauties yang pernah mengalami pelecehan seksual di transportasi publik. Tidak mudah untuk menceritakan kembali luka dan trauma yang pernah dialami, namun para Beauties ini berani bersuara dan berharap kisahnya dapat menginspirasi korban lain untuk speak up dan memperjuangkan keadilan.
Pelecehan Seksual di Angkot, Alami Tonic Immobility
Salah seorang Beauties berinisial K membagikan kisahnya ketika mengalami pelecehan seksual di angkot. Kala itu, ia baru saja selesai mengikuti cara di kampus. Ia bersama temannya pun hendak pulang menggunakan angkot.
Di dalam angkot, ada seorang pria berumur 30-40an duduk di bagian belakang. K mengaku dari awal ia masuk ke dalam angkot hingga duduk, pria tersebut terus memandang dirinya dan temannya.Â
Tak lama, pria tersebut tiba-tiba duduk mendekati salah seorang teman K. Spontan, K pun langsung menarik temannya.
![]() |
"Aku kaget ngelihat pria itu dempet-dempet gitu duduknya sama temanku, ya spontan aku tarik temanku duduk di sampingku. Dari situ situ ketahuan dia udah buka resleting celananya, dan posisinya [alat vital] sudah diluar," aku K saat dihubungi Beautynesia pada Selasa (5/7) via pesan singkat.
K mengungkapkan bahwa pria tersebut ingin menggosokkan alat vitalnya ke temannya. K bersama temannya pun langsung berteriak histeris. Sang pelaku segera turun dari angkot dan pura-pura tidak terjadi hal apapun.Â
K mengaku sangat shock dengan kejadian tersebut. Ia sempat terdiam dan tidak tahu harus apa. Kondisi shock ini sendiri dikenal sebagai tonic immobility, yaitu kelumpuhan sementara pada seseorang saat menghadapi ancaman intens, misalnya seperti pelecehan seksual. Korban merasakan ketakutan luar biasa sehingga susah berbicara dan susah bergerak sehingga stimulasi apapun tidak akan bisa menggerakkan tubuhnya.
Usai menenangkan diri, K pun melapor ke pos polisi terdekat.
"Udah laporin ke pos polisi di dekat situ [tempat kejadian], cuma ya jawabannya kita catat dulu ya pengaduannya. Padahal aku yakin pelakunya itu mah masih di dekat situ," tutur K.
Alami Pelecehan Seksual di Miniarta saat Berangkat Sekolah
Kisah pelecehan seksual di transportasi publik juga pernah dialami seorang Beauties berinisial P. Ia mengaku mengalami kejadian tersebut di Miniarta (penyedia transportasi umum di Jakarta yang mengoperasikan bis rute) pada tahun 2013 lalu.
P masih ingat betul ketika ia hendak berangkat sekolah, ia naik Miniarta dan duduk di kursi dekat jendela. Di pertengahan jalan, ada seorang penumpang pria yang naik. Kebetulan, kursi di samping P kosong. Duduklah pria tersebut di sampingnya.
"Dari awal dia duduk aku ngerasa kaya ada yang aneh. Karena dia pake ransel yang gede, taronya di tengah-tengah antara aku dan dia," ungkap P kepada Beautynesia.
P pun merasa tiba-tiba ada yang memegang pahanya. Ia pun langsung memperhatikan, namun pria tersebut semakin menggesekkan tangannya ke paha P. P mengaku ingin menegur, namun ia takut bohong dan malah ia yang malu. Ia takut jika pelaku malah 'playing victim'.
"Tangannya itu ditutupin tas. Aku takut mau negor. Takut dia bohong dan malah aku yang malu, kondisi Miniarta rame. Banyak kok yang berdiri penumpangnya. Akhirnya aku langsung turun aja karena aku takut," tutur P.
Jarum Pentul Jadi Alat Lindungi Diri hingga Pelaku 'Playing Victim'
Alami Pelecehan di Angkot, 'Jarum Pentul' Jadi Alat Lindungi Diri
Seperti K, seorang Beauties berinisial I juga pernah mengalami pelecehan seksual di angkot. Saat itu, ia hendak berangkat ke kampus dan duduk di barisan belakang di dekat pintu angkot. Lalu, ada seorang pria naik angkot dan duduk di sebelah kiri I.Â
I mengaku pria tersebut duduk semakin dekat dengannya dan tangannya menyentuh bagian belakang I.
Makin lama makin mepet dan tangannya sentuh bagian belakang aku. Refleks aku gerak dong tapi ternyata itu malah bikin tangan dia leluasa pegang seluruh bokong aku," ungkap I.
I pun tidak berani menoleh untuk melihat wajah pelaku. Ia juga tidak tahu apakah penumpang angkot lainnya menyadari aksi pelecehan tersebut atau tidak.
"Aku cuma geser-geser duduk dengan harapan dia lepasin tangannya tapi malah makin menjadi," tuturnya.
I pun kemudian berusaha melindungi dirinya. Ia yang mengenakan kerudung lantas mengambil jarum pentul yang dikenakanny lalu ia tusuk jarum pentul tersebut ke tangan pelaku.
![]() |
"Karena aku pake kerudung, aku ambil jarum pentul dan aku tusuk 2x ke tangannya dari belakang badan aku juga. Dia gak teriak, sih, cuma langsung lepas tangannya, Dan gak lama pindah duduk di samping Mbak-mbak depan aku itu," papar I.
Saat itulah I melihat wajah pelaku, terlihat masih muda dan menggunakan pakaian yang rapi. Tak lama, I turun dari angkot dan ingin mencari angkot lain. Ia pun sempat memperingatkan salah seorang penumpang perempuan untuk berhati-hati dengan pria tersebut.
Pelecehan Seksual di KRL, Pelaku Malah Playing Victim
Sudah banyak kisah soal pelecehan seksual yang terjadi di transportasi publik satu ini. Hal tersebut pernah dialami oleh N.
Seperti diketahui, KRL selalu ramai penumpang, terutama saat berangkat dan pulang kerja. Karena penuh dan sesak, N pun berdiri. Kiri, kanan, dan belakang N rata-rata merupakan penumpang pria.
N paham betul untuk selalu waspada ketika berada di keramaian, apalagi saat itu posisinya ia dikelilingi oleh penumpang pria di KRL.Â
"Karena saya selalu diajari orangtua untuk waspada bila dalam keramaian, dihimpit lebih banyak pria, maka siapkan mental dan harus berani ketika menghadapi suatu hal dan jangan panik," tuturnya.
Saat itu, kebetulan N membawa 2 benda yang bisa digunakan untuk melindungi dirinya. Ada pisau dengan desain gantungan kunci berbentuk sisir dan 1 baton stick yang selalu ia pegang jika dalam perjalanan pulang kerja. Hal itu merupakan bentuk antisipasi bila terjadi suatu hal.
Tiba-tiba, ada seorang pria menggunakan topi, jaket hitam, dan berkacamata mengayunkan tangannya ke arah bokong N. Awalnya N biasa saja karena tidak tersentuh. Namun lama kelamaan, pria tersebut semakin mendekat dan berusaha menempelkan tubuhnya ke tubuh N. Padahal, area di samping pria tersebut tidak ramai.
![]() |
"Saya sudah geser juga dia ikutin saya. Hingga saat tangan pria itu menyentuh sedikit bagian paha dari bawah ke atas, saya langsung sigap menangkap tangan itu. 1 tangan saya menghentakkan baton stick dan saya mulai mengancam sambil menodong baton stick ke arah wajahnya. Saya bertanya ke pelaku, kenapa pegang-pegang paha saya?" ungkap N.
Penumpang di gerbong KRL tersebut pun sontak kaget melihat aksi N yang menodongkan baton stick ke arah pria pelaku pelecehan. Ada yang berusaha melerai, namun N enggan melepaskan sebelum pria tersebut menjawab.
Pelaku kemudian playing victim dan beralasan bahwa ia tidak sengaja. N merasa semakin hancur dan ingin menangis ketika salah seorang penumpang pria mengatainya dengan sebutan 'perempuan baper (bawa perasaaan)'.
Namun kemudian ada seorang pria paruh baya yang membelanya. Ia meminta KTP pelaku dan jika tidak diberikan, maka diancam untuk diviralkan.
"Bapak-bapak itu memotret KTP pelaku dan bilang bakal diurus ke kantor polisi. Awalnya si pelaku takut, tapi akhirnya ngaku juga karena ancaman bapak-bapak itu," tutur N.
Pelaku Pelecehan Seksual di Transportasi Publik Bisa Dijerat UU TPKS
Pelaku Pelecehan Seksual di Transportasi Publik Bisa Dijerat UU TPKS
Dari penuturan para korban pelecehan seksual di transportasi publik di atas, bisa kita lihat bahwa luka yang didapat bukan hanya dari aksi pelecehan itu sendiri. Tapi ketika pelaku malah berusaha playing victim, orang sekitar yang diam dan tidak peduli, hingga dikata-katai dan tidak dipercaya. Hal ini jelas bisa menambah luka dan trauma bagi korban.
N, yang mengalami pelecehan di KRL mengaku bahwa awalnya ia benar-benar tidak bisa bercerita ke keluarga atau teman soal kejadian yang dialaminya. Ia pun memutuskan untuk melakukan konseling secara bertahap hingga rasa trauma itu hilang, sampai akhirnya ia bisa bercerita kepada keluarga dan temannya.
"Pesan saya, kalau ga berani ngomong ya konsultasi. Bisa ke LK3, balai rehabilitasi perempuan, KPAI. Bila tidak tahu datang ke dinas sosial. Bisa cari tahu dari situ. Memang semua itu harus dibicarakan. Saya pastikan informasi tidak bocor bila bercerita pada orang yang tepat," tutur N.
Para pelaku pelecehan seksual di transportasi publik pun bisa dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). UU TPKS memasukkan sembilan jenis kekerasan seksual yang bisa dijerat pidana, di antaranya pelecehan seksual non fisik dan fisik.
Dalam Pasal 5 UU TPKS, pelaku pelecehan seksual non fisik dapat dipidana hingga 9 bulan penjara dan denda paling banyak Rp10 juta. Pelecehan seksual non fisik sendiri kerap terjadi di ruang publik, termasuk di transportasi publik, misalnya seperti catcalling yang masih kerap terjadi. Pelecehan seksual non fisik sendiri meliputi pernyataan, gerak tubuh, atau aktivitas yang tidak patut dan mengarah kepada seksualitas dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan.
Sementara itu untuk pelecehan fisik, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU TPKS, pelaku dapat dipidana hingga 12 tahun penjara dan denda paling banyak Rp300 juta.
Langkah PT KAI hingga Dishub DKI untuk Cegah Pelecehan di Transportasi Publik
Sebagai langkah tegas, baru-baru ini PT Kereta Api Indonesia (KAI) rencananya akan melakukan blacklist terhadap penumpang yang melakukan pelecehan seksual selama dalam perjalanan kereta api, untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual pada layanan KAI.
PT Kereta Api Indonesia (Persero) akan mengambil langkah tegas dengan melakukan blacklist terhadap penumpang yang melakukan pelecehan seksual selama dalam perjalanan kereta api, untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual pada layanan KAI," tulisnya melalui caption dalam postingan di akun @kai121_ pada Kamis (22/6).
Sementara itu, untuk angkutan umum yang telah terintegrasi dalam Program Jaklingko melalui PT Transjakarta seluruhnya telah terpasang CCTV. Rencananya, Dishub DKI juga akan memisah tempat duduk penumpang pria dan perempuan untuk mencegah pelecehan di angkot.
Pesan dan Harapan Para Korban Pelecehan Seksual di Transportasi Publik
![]() |
Pelecehan seksual di transportasi publik menjadi isu serius yang mengancam keamanan para penumpang. Seharusnya, semua orang berhak merasa aman dan nyaman saat menggunakan transportasi publik, tanpa dibayang-bayangi rasa takut dan was-was menjadi korban pelecehan seksual.
Namun tentu, kesadaran untuk memberantas pelecehan seksual di ruang publik harus menjadi tanggung jawab semua orang. K dan N beranggapan bahwa pendidikan seksual sejak dini bisa membantu mencegah aksi pelecehan seksual.
"Pendidikan seksual sejak dini itu penting dan ngaruh banget lho untuk ngebentuk pola pikir, peran orangtua tua, peran guru, peran orang sekitar sangat berpengaruh, jadi harapanku ya bisa saling bekerjasama sih antar si ortu di rumah, guru di sekolah, orang sekitar bahkan pemerintah dalam mengedukasi..." tutur K.
"Harapan saya yang utama adalah banyakin sex education untuk anak. Bisa di mulai sejak usia dini, paling tidak usia 2 tahun sudah di ajari untuk mengenalkan alat kelaminnya. Kemudian di lanjut ke tahapan yg lebih mendalam sesuai usia anak, sesuai perkembangan emosional dan perkembangan seksual anak," papar N.
![]() |
Selain itu, mereka juga berpesan kepada para korban pelecehan seksual di luar sana untuk berani bersuara.Â
"Pinginnya kita perempuan bisa tenang di angkutan umum apalagi kalau misal harus pulang malam. Selain itu, berani melapor," tutur I.
"Pesanku untuk mereka yang mnjadi korban pelecehan seksual, kalian harus berani, wajib harus berani, itu bukan salah kamu, tidak perlu malu, tidak perlu takut, kamu harus bangkit," tutur K.
"Pesan untuk korban pelecehan seksual, jangan ngerasa rendah diri, harus tetap semangat dan jadikan semua ini pengalaman yang tentunya pahit tapi kalian harus tetap bangkit. Dan harus sedia selalu senjata yang aman bagi kalian untuk beraktivitas di luar sana," ungkap P.
"Untuk masyarakat tolong melek sama yang namanya pelecehan seksual dan bila melihat untuk berani menghentikannya. Percayalah pada korban, jatuhkan pelaku agar jera," tutup N.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!