Jurnalis Palestina Hossam Shabat Terbunuh dalam Serangan Israel ke Gaza, Tinggalkan Pesan Terakhir
Jurnalis Palestina, Hossam Shabat (23), tewas terbunuh dalam serangan Israel ke Gaza, Senin (24/3). Hossam adalah kontributor untuk Al Jazeera Mubasher. Shabat tewas dalam serangan udara Israel yang menargetkan mobilnya di Jabalia.
Melaporkan dari Deir el-Balah di Gaza tengah, Tareq Abu Azzoum dari Al Jazeera mengatakan bahwa Shabat sebelumnya telah terluka dalam serangan Israel lainnya. Namun, Shabat masih bersikeras untuk tetap meliput berita di Gaza.
"Militer Israel menargetkan kendaraannya tanpa memberikan peringatan sebelumnya," kata Abu Azzoum, dilansir dari Al Jazeera.
Serangan Israel yang menewaskan Shabat terjadi kurang dari satu jam usai ia memberitakan kematian rekannya, jurnalis Mohammed Mansour, seorang koresponden untuk Palestine Today, di Facebook. Mansour tewas akibat serangan udara serupa yang menargetkan apartemennya di Khan Yunis, sebelah selatan Jalur Gaza. Mansour tewas bersama istri dan anaknya.
Pesan Terakhir Hussam Shabat: Jangan Berhenti Berbicara soal Gaza
Jurnalis Palestina Terbunuh dalam Serangan Israel ke Gaza, Tinggalkan Pesan Terakhir/Foto: X/HossamShabat
Shabat meninggalkan pesan terakhir yang diunggah oleh rekannya di media sosial X, @HossamShabat. Shabat menulis bahwa selama 18 bulan genosida Israel di Gaza, ia telah mendedikasikan "setiap momen" dalam hidupnya untuk rakyat Palestina.
“Jika Anda membaca ini, itu berarti saya telah dibunuh—kemungkinan besar menjadi sasaran—oleh pasukan pendudukan Israel," bunyi awal pesan dari Hossam.
"Ketika semua ini dimulai, saya baru berusia 21 tahun—seorang mahasiswa dengan impian seperti orang lain. Selama 18 bulan terakhir, saya telah mendedikasikan setiap momen hidup saya untuk rakyat saya. Saya mendokumentasikan kengerian di Gaza utara menit demi menit, bertekad untuk menunjukkan kepada dunia kebenaran yang mereka coba kubur," ungkap Shabat.
Bagi Hossam, setiap hari yang ia jalani adalah pertempuran untuk bertahan hidup. Ia tidur di mana pun yang ia bisa, mulai dari trotoar, sekolah, hingga tenda. Tak hanya itu, Shabat mengaku menahan lapar selama berbulan-bulan. Namun, tekadnya yang kuat dan ketangguhan hatinya membuatnya tidak pernah meninggalkan sisi rakyat.
"Saya telah memenuhi tugas saya sebagai jurnalis. Saya mempertaruhkan segalanya untuk melaporkan kebenaran, dan sekarang, saya akhirnya merasa tenang—sesuatu yang belum pernah saya rasakan selama 18 bulan terakhir.
Saya melakukan semua ini karena saya percaya pada perjuangan Palestina. Saya percaya bahwa tanah ini milik kita, dan merupakan kehormatan tertinggi dalam hidup saya untuk mati membelanya dan melayani rakyatnya," ujar Shabat.
Melalui pesan terakhirnya, Hossam meminta agar jangan pernah berhenti membicarakan soal Gaza.
"Saya meminta Anda sekarang: jangan berhenti berbicara tentang Gaza. Jangan biarkan dunia berpaling. Teruslah berjuang, teruslah menceritakan kisah kami—hingga Palestina merdeka. Untuk terakhir kalinya, Hossam Shabat, dari Gaza utara," tutup pesan terakhir dari Shabat.
Jumlah Jurnalis yang Tewas Akibat Serangan Israel
Ilustrasi/Foto: SOPA Images/LightRocket via Gett/SOPA Images
Pembunuhan kedua jurnalis tersebut menambah jumlah pekerja media yang tewas dalam serangan Israel di Gaza sejak Oktober 2023 menjadi 208, menurut Kantor Media Pemerintah (GMO) di Gaza.
Dalam sebuah pernyataan terbaru, GMO mengatakan bahwa pihaknya "mengutuk keras penargetan, pembunuhan, dan pembunuhan jurnalis Palestina oleh pendudukan Israel" dan meminta kelompok advokasi pers untuk mengecam "kejahatan sistematis terhadap jurnalis Palestina dan profesional media di Gaza".
GMO mengatakan bahwa pihaknya menganggap Israel dan sekutu utamanya, Amerika Serikat, serta "negara-negara yang terlibat dalam genosida, seperti Inggris, Jerman, dan Prancis, sepenuhnya bertanggung jawab atas kejahatan keji ini".
“Pembunuhan yang disengaja dan terarah terhadap jurnalis, warga sipil, adalah kejahatan perang. Jurnalis dan warga sipil tidak boleh menjadi sasaran,” kata Jodie Ginsberg, kepala eksekutif CPJ.
Sementara itu, bombardir besar-besaran Israel di wilayah yang dikepung terus berlanjut sejak Israel mengakhiri gencatan senjata. Lebih dari 700 orang tewas, termasuk ratusan anak-anak, dalam gelombang pemboman yang tiada henti sejak dimulainya kembali serangan besar-besaran Israel pada 18 Maret 2025.
Menurut Kementerian Kesehatan di Gaza, sedikitnya 50.082 warga Palestina telah dipastikan tewas dan 113.408 terluka dalam genosida Israel di Gaza.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!