Proyek Tebing Uluwatu Berselimut Kontroversi: Menyelamatkan atau Merusak?
Ketika mendengar kata “Bali”, kemungkinan besar kita akan langsung terbayang tentang destinasi wisata yang indah dan ragam budaya yang memesona. Bagaimana tidak? Keindahan alam yang berpadu dengan budaya spiritual yang kuat membuat pulau ini memiliki daya pikat tersendiri bagi para pengunjung.
Salah satu tempat ikonis di Bali yang memadukan keindahan alam, budaya dan spiritual adalah Pura Uluwatu. Pura yang berdiri megah di tebing karang menjulang di pesisir Selatan Bali ini memang sudah lama menjadi simbol spiritual dan budaya yang sangat dihormati. Namun, kokohnya tebing tempat Pura Uluwatu berdiri kini terusik dengan adanya retakan yang semakin meluas akibat gempa bumi yang terjadi pada 1992 silam.
Karena adanya kondisi yang mengkhawatirkan inilah, akhirnya pemerintah Bali meluncurkan proyek perbaikan berupa pembangunan dinding beton besar dan infrastruktur lainnya. Secara umum, tujuannya tidak lain adalah untuk menyelamatkan pura dari kerusakan lebih lanjut sehingga warisan bersejarah ini tetap terlindungi.
Namun, siapa sangka, proyek yang digadang-gadang bertujuan baik ini menimbulkan sejumlah kontroversi dan kekhawatiran. Mulai dari dampak lingkungan yang ditimbulkan hingga dugaan motif tersembunyi di balik proyek. Alhasil, masyarakat lokal, wisatawan, dan berbagai pihak yang berkepentingan pun dilanda dilema besar.
Lantas, seperti apa dan sejauh mana kontroversi yang terjadi?
Sekilas tentang Proyek Perbaikan Tebing Pura Uluwatu
![]() Pura Uluwatu/ Foto: kemdikbud.go.id |
Sebelum membahas lebih lanjut tentang kontroversi proyek perbaikan tebing Pura Uluwatu, mari kita menelisik terlebih dahulu awal mula hadirnya proyek ini. Dikutip dari laman resmi Sekretariat Daerah Kabupaten Badung, Adi Arnawa, selaku Sekretaris Daerah menjelaskan bahwa proyek perbaikan tebing Pura Uluwatu merupakan upaya pemerintah untuk menjaga kondisi Pura Luhur Uluwatu, mengingat tebing yang sangat curam membutuhkan penopang kuat guna mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Untuk penataannya sendiri, ditargetkan hingga akhir tahun 2024.
Anggaran sebesar Rp78,6 miliar atau sekitar 5 juta USD telah dialokasikan untuk proyek ini. Proyek ini mencakup pembangunan tembok laut beton setinggi 25 meter dan jalan akses yang melingkari dasar tebing. Tujuannya adalah untuk melindungi pura dan mencegah keruntuhan tebing lebih lanjut akibat hantaman gelombang.
Kontroversi di Tengah Proyek
Kontroversi proyek uluwatu/ Foto: Instagram.com/uluwatucommunity
Pengumuman proyek ini akhirnya sampai ke telinga masyarakat. Terlebih lagi, setelah munculnya video yang memperlihatkan alat berat menggali tebing dan membuang batu kapur ke laut. Berbagai respon pun muncul, terutama respon kritik yang mempertanyakan efektivitas proyek tersebut.
Banyak pihak mempertanyakan efektivitas dinding beton, mengingat retakan di tebing terjadi akibat gempa, bukan ombak besar. Selain itu, para kritikus menilai bahwa air hujan yang meresap ke tanah lebih mungkin menjadi penyebab kerusakan tebing, bukan gelombang laut.
Para ahli dan tokoh masyarakat menyuarakan kekhawatiran tentang dampak proyek ini terhadap ekosistem laut, termasuk penyu, dugong, dan kehidupan laut lainnya yang tinggal di sekitar terumbu karang. Di sisi lain, pemerintah berusaha meyakinkan masyarakat bahwa proyek ini didukung oleh berbagai pihak, meskipun belum ada laporan resmi terkait dampak lingkungan yang dipublikasikan.
Tanggapan Komunitas
Proyek uluwatu/ Foto: Instagram.com/uluwatucommunity
Mengutip dari dari akun Instagram @uluwatucommunity, dijelaskan bahwa proyek ini disetujui tanpa adanya masukan dari masyarakat lokal. Made Sumerta, selaku Kepala Desa Pecatu menyampaikan kekhawatirannya tentang air laut yang menjadi keruh akibat pengerjaan proyek, yang berdampak negatif pada kegiatan wisata seperti olahraga air dan surfing. Banyak wisatawan asing yang mengeluhkan hal ini, dan Sumerta meminta pihak berwenang untuk lebih mengawasi proyek tersebut.
Namun, ada juga beberapa pihak yang tetap mendukung proyek ini, dengan keyakinan bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk melindungi Pura Uluwatu. Meskipun demikian, banyak tokoh agama dan masyarakat lokal menyerukan penghentian proyek, karena mereka merasa bahwa tanah suci sedang dirusak dan kajian yang lebih mendalam harus dilakukan.
Dampak Lingkungan
Dampak lingkungan proyek/ Foto: Instagram.com/uluwatucommunity
Kekhawatiran lain yang muncul terkait proyek ini adalah tentang dampak lingkungan yang ditimbulkan. Mengingat adanya ekosistem di sekitar tebing yang perlu dijaga kelestariannya. Terumbu karang di sekitar Uluwatu menjadi habitat bagi penyu, dugong, dan berbagai spesies laut yang terancam punah.
Tindakan menggali terumbu dan membangun tembok laut bisa mengganggu keseimbangan ekosistem ini dan berpotensi merusak ombak yang menjadi daya tarik bagi para peselancar. Kekhawatiran lain muncul terkait kerusakan lingkungan yang lebih luas, seperti perubahan pola gelombang dan kualitas air laut yang semakin buruk.
Dugaan Motif Tersembunyi di Balik Proyek
Proyek seawall uluwatu/ Foto: Instagram.com/uluwatucommunity
Selain isu lingkungan, muncul pula dugaan motif tersembunyi di balik proyek ini. Laporan dari Majalah Stab menunjukkan bahwa sebuah perusahaan dari Jawa memenangkan kontrak, yang memicu spekulasi adanya kepentingan terselubung.
Beberapa pihak mencurigai bahwa proyek ini bukan murni upaya pelestarian, melainkan didorong oleh kepentingan ekonomi dan politik tertentu. Pemerintah dianggap menggunakan alasan "darurat budaya" untuk meredam kritik dan menjaga proyek tetap berjalan tanpa transparansi penuh.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!
