
Tak Selalu Bikin Bahagia, Ini 5 Fakta Self-Love Menurut Psikolog Klinis

Beberapa tahun belakangan ini istilah self-love mungkin sudah nggak asing lagi di telinga. Banyaknya gerakan, seruan, dan ajakan untuk self-love yang gencar tersiar, baik di media sosial maupun kehidupan nyata. Lantas, self-love itu apa, sih?
Sebagian dari kita mungkin setuju jika self-love adalah mencintai diri sendiri. Namun, mencintai yang bagaimana yang kita butuhkan? Tentunya setiap orang berbeda-beda dalam mencintai diri sendiri, ya, Beauties.
Apa pun itu definisinya, menurut psikolog klinis, Disya Arinda, self-love bukan sesuatu yang selalu membuat diri bahagia. Di pertengahan jalan, kita mungkin akan menemukan ketidaknyamanan, dan itu yang perlu kita terima.
Self-Love Bukan untuk Bahagia
"Sama seperti mencintai seseorang, kita juga mungkin akan menemukan ketidaknyamanan dan kekurangan pada diri sendiri, jadi true self-love itu justru ketika kita dapat tetap menerima diri di saat yang sama kita nggak nyaman sama diri sendiri," jelas Disya di acara Virtual Dating Miracle Strats Here bersama Natur Skincare dan komunitasnya, Kamis (17/2).
![]() |
Dengan kata lain, ketika diri sendiri gagal atau nggak puas, kita nggak berhenti berusaha yang terbaik buat diri sendiri. Sebab, sering kali orang meminta orang lain untuk self-love agar bahagia.
Self-love Bukan Egois
Selain self-love selalu membuat kita bahagia, ada lagi mitos self-love yang nggak kalah santer disalahartikan, yaitu self-love adalah egois dan hanya mementingkan diri sendiri, sehingga di lain sisi ada orang yang merasa diabaikan atau tersakiti. Berkenaan dengan hal ini, Disya kembali meluruskan.
![]() |
"Self-love itu bergerak dalam rentang waktu kontinum, artinya bukan self-love atau tidak self-love, tapi sejauh mana bentuk cinta yang kita miliki terhadap diri sendiri, contoh tiba-tiba kamu nggak ngerjain tugas padahal ini tugas kelompok karena ingin tidur siang sebagai bentuk self-love, nah ini yang salah, bukan konsep self-love-nya yang salah, tetapi perilakunya," jelas Disya lebih lanjut melalui Zoom Meeting.
Menurut Disya, egois dan self-love sama-sama memprioritaskan diri sendiri, tapi bedanya kalau self-love tidak membuat orang lain rugi.
Self-Love adalah Proses yang Panjang
Self-love tidak bersifat sementara, melainkan butuh waktu yang panjang untuk melakukannya atau seumur hidup. "Kamu nggak self-love di usia 20-an saja, melainkan sebaiknya juga seumur hidup, dengan kata lain sepanjang hidup kita menerima dan menumbuhkan kualitas positif," ujar Disya.
Self-Love Bikin Kita Belajar
![]() |
Setiap orang pasti pernah berbuat kesalahan. Namun, yang membedakan kamu dan orang lain dalam menghadapi kesalahan adalah bagaimana cara berdamai dengan kesalahan itu. "Bukan hanya menyesalinya tetapi juga belajar, mengambil hikmah, dari yang telah berlalu," kata Disya.
Self-Love Itu Mengurus Diri
Mengurus diri adalah bentuk dari kepedulian pada diri sendiri, baik secara fisik maupun psikis. Skincare-an, olahraga, tidur yang cukup, dan makan makanan bergizi adalah contoh self-love secara fisik.
Sedangkan secara psikis, kamu bisa mencari lingkar pertemanan yang suportif, belajar ilmu baru yang bermanfaat buat perkembangan diri. "Kita tidak perlu mengubah sesuatu yang tidak ada manfaatnya karena dorongan sesaat," imbuhnya.
![]() |
Virtual Dating with Natur Skincare merupakan acara rutin yang dilakukan oleh Nature Skincare selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang berlangsung di area Jakarta. Sebelumnya, acara dating ini dilakukan secara offline di berbagai tempat bersama para skincare enthusiast dengan berbagai tema menarik.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!