Bernuansa Seksisme, 7 Kalimat Ini Tidak Boleh Diucapkan Pria ke Perempuan

Dewi Maharani Astutik | Beautynesia
Selasa, 03 Dec 2024 14:30 WIB
Bernuansa Seksisme, 7 Kalimat Ini Tidak Boleh Diucapkan Pria ke Perempuan
Bernuansa Seksisme, 7 Kalimat Ini Tidak Boleh Diucapkan Pria ke Perempuan/Foto: Freepik/Drazen Zigic

Menurut beberapa ahli, seperti Norman Fairclough, bahasa adalah institusi sosial yang memuat nilai-nilai ideologis sehingga bisa menjadi alat untuk mempertahankan dominasi dan peran gender tertentu. Beberapa kalimat dianggap tidak pantas diucapkan oleh pria kepada perempuan karena adanya muatan seksisme atau stereotip gender yang tertanam dalam bahasa tersebut.

Dengan menghilangkan kalimat yang berbau seksisme atau stereotip seperti itu, masyarakat, terutama para pria, berpotensi mengurangi tindakan diskriminatif terhadap perempuan. Dilansir dari Because Mom Says, inilah beberapa kalimat yang tidak boleh lagi diucapkan pria ke perempuan!

“Kamu Terlalu Emosional”

Ilustrasi/Foto: Freepik/Drazen Zigic
Ilustrasi/Foto: Freepik/Drazen Zigic

Ungkapan seperti “kamu terlalu emosional”, “tidak rasional”, atau “histeris” sering digunakan untuk meremehkan perasaan seseorang, terutama pada perempuan, dan bisa menjadi bentuk gaslighting. Gaslighting adalah taktik manipulasi yang membuat seseorang meragukan validasi emosi, persepsi, atau ingatannya sendiri.

Ketika seseorang diberi label seperti itu, mereka bisa mulai merasa bahwa reaksi emosional mereka tidak penting atau berlebihan yang pada akhirnya merusak rasa percaya diri dan kesehatan mental mereka. Penting untuk diingat bahwa setiap orang memiliki pengalaman dan perspektif yang sah. Menghormati perasaan mereka adalah langkah penting dalam komunikasi yang sehat dan setara.

“Apa Kamu Sedang Datang Bulan?”

Ilustrasi/Foto: Freepik/wayhomestudio

Komentar seperti ini merupakan bentuk pernyataan yang merendahkan dan tidak menghargai karena menyederhanakan perasaan dan reaksi seorang perempuan hanya berdasarkan fluktuasi hormonal. Pernyataan semacam ini mengabaikan kenyataan bahwa emosi perempuan bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk tekanan, kelelahan, dan kondisi mental selain hormon.

Secara ilmiah, memang ada fluktuasi hormon seperti estrogen dan progesteron sebelum dan selama menstruasi yang dapat memengaruhi suasana hati, membuat beberapa perempuan lebih mudah merasa emosional atau marah.

Namun, menganggap setiap reaksi emosional seorang perempuan hanya sebagai efek hormonal bisa berujung pada pengabaian pengalaman emosional yang kompleks yang ia alami. Pendekatan ini juga dapat merugikan karena menciptakan stigma bahwa perempuan tidak bisa mengendalikan emosinya secara logis yang bisa berdampak pada kepercayaan diri dan penerimaan sosial.

“Kamu Harus Lebih Sering Tersenyum”

Ilustrasi/Foto: Freepik/master1305

Mengatakan kepada seseorang, terutama perempuan, agar tersenyum lebih sering bisa dianggap sebagai bentuk tekanan sosial yang melibatkan intrusi terhadap hak mereka untuk berekspresi secara alami. Ini mencerminkan ekspektasi bahwa perempuan harus selalu terlihat ramah atau “menyenangkan”, bahkan jika hal itu tidak menggambarkan perasaan mereka yang sesungguhnya.

Selain itu, tekanan semacam ini juga dapat menciptakan lingkungan yang kurang mendukung bagi ekspresi autentik dan berdampak pada kesejahteraan mental perempuan yang merasa tertekan untuk terus-menerus mematuhi norma sosial tersebut. Masyarakat perlu lebih menghargai ekspresi asli setiap individu untuk mendukung lingkungan yang lebih inklusif dan bebas dari tekanan yang tidak perlu terhadap penampilan maupun ekspresi tertentu.

“Kamu Tidak Seperti Kebanyakan Perempuan”

Ilustrasi/Foto: Freepik/bearfotos

Ungkapan ini sering dianggap sebagai pujian, tetapi sebenarnya dapat bersifat mengasingkan dan stereotipikal. Frasa yang menyiratkan bahwa perbedaan dari perempuan lain adalah suatu kelebihan ini, sebenarnya menunjukkan pengabaian terhadap kenyataan bahwa setiap individu memiliki keunikan tersendiri tanpa harus dibandingkan dengan orang lain.

Pernyataan semacam ini dapat memperkuat norma sosial yang mengharuskan perempuan untuk memenuhi standar tertentu agar dianggap istimewa. Dalam konteks yang lebih luas, hal ini berpotensi menciptakan tekanan bagi perempuan untuk bersikap atau tampil berbeda demi mendapatkan pengakuan. Padahal, setiap perempuan seharusnya dapat merayakan identitas dan kepribadiannya tanpa merasa perlu berkompetisi satu sama lain.

“Kamu Terlalu Gemuk/Kurus”

Ilustrasi/Foto: Freepik/azerbaijan_stockers

Body shaming, yang mencakup komentar negatif mengenai ukuran tubuh seseorang—termasuk perempuan, dapat menyebabkan dampak serius pada kepercayaan diri dan kesehatan mental mereka. Penelitian menunjukkan bahwa body shaming dapat menyebabkan kecemasan, depresi, dan gangguan makan. Hal ini juga dapat memperburuk kondisi psikologis seseorang, seperti body dysmorphic disorder (BDD).

Selain itu, standar kecantikan yang sering kali tidak realistis yang dipromosikan oleh media dan masyarakat dapat menambah tekanan pada individu untuk memenuhi harapan tersebut. Penting untuk melawan budaya body shaming dengan cara mendukung seseorang untuk lebih mencintai diri sendiri.

“Itu Pekerjaan Pria”

Ilustrasi/Foto: Freepik

Ungkapan seperti ini memperkuat stereotip seksis tentang peran gender dalam masyarakat. Stereotip ini sering kali menciptakan batasan yang tidak adil yang menganggap bahwa hanya pria yang mampu melakukan pekerjaan tertentu, sedangkan perempuan dianggap kurang layak.

Penting untuk diingat bahwa kemampuan seseorang tidak ditentukan oleh jenis kelamin. Banyak penelitian menunjukkan bahwa keterampilan dan bakat dapat ditemukan di semua gender.

Mempromosikan kesetaraan dalam berbagai bidang, termasuk pekerjaan, dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan produktif. Mendorong partisipasi semua individu tanpa memandang gender dapat membantu menghapus stigma dan membuka peluang yang lebih luas bagi setiap orang.

“Reaksimu Berlebihan”

Ilustrasi/Foto: Freepik/cookie_studio

Ungkapan ini bisa menjadi bentuk sikap yang meremehkan dan menafikan perasaan seseorang, termasuk perempuan. Ketika seseorang menyampaikan emosi atau pandangan mereka, penting untuk menghargai dan tidak meremehkan apa yang mereka rasakan karena hal ini dapat memengaruhi kenyamanan dan kepercayaan diri mereka dalam mengekspresikan diri.

Menunjukkan empati dan berusaha memahami sudut pandang orang lain adalah langkah penting dalam membangun hubungan yang sehat. Alih-alih melabeli reaksi seseorang secara berlebihan, memberikan ruang bagi mereka untuk berbicara dan mendengarkan tanpa menghakimi dapat membuat mereka merasa dihargai serta memperkuat ikatan emosional yang ada.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.